Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah China merilis revisi angka kematian kasus Covid-19 di Wuhan, Provinsi Hubei, pada Jumat (17/4/2020).
Revisi yang dilakukan atas data dari kota asal merebaknya virus corona jenis baru itu—sebelum menyebabkan pandemi--menyebabkan angka resmi terbaru melonjak sampai hampir 50 persen.
Revisi itu menambahkan 1.290 kasus kematian, menyebabkan total korban meninggal karena Covid-19 di Wuhan menjadi 3.869 orang.
Pemerintah China juga menambahkan angka 325 kasus infeksi di luar angka kematian itu, menjadikan total 50.333 kasus di kota yang sama.
Adapun jumlah kasus positif seluruhnya di daratan China sebanyak lebih dari 83.000, dengan kematian 4.636 orang.
Jumlah itu, berdasarkan peta sebaran Covid-19 versi Worldometers, masih menempatkan China di urutan ketujuh di bawah AS, Spanyol, Italia, Prancis, Jerman, dan Inggris sebagai penyumbang kasus penularan terbesar dari total 2,2 juta kasus di dunia per Jumat (17/4/2020).
Sedangkan, angka kematiannya di urutan ke-8. Di atasnya ada Amerika (7.158 orang), Italia (22.745), Spanyol (20.002), Prancis (18.681), Inggris (14.576), Belgia (5.163), dan Iran (4.958).
Keterangan yang disampaikan pemerintah setempat, revisi buah investigasi lebih detail yang telah dilakukan, mencakup angka kematian di rumah-rumah di awal wabah itu merebak. Juga dengan angka kematian lainnya di rumah sakit terkait diagnosa yang tidak tepat.
Beijing membantah kalau revisi itu membuktikan adanya upaya yang sebelumnya dilakukan untuk menutupi angka kasus yang sebenarnya—tudingan yang sudah lebih dulu mengemuka di dalam negeri China menyusul interogasi yang pernah dilakukan terhadap sejumlah dokter.
“Beberapa kesalahan itu terjadi karena sistem medis yang kewalahan dan juga lambatnya laporan-laporan,” kata pemerintah China berdalih seperti dikutip dari Times.
Revisi jumlah kasus dan angka kematian itu sebenarnya tidak mengejutkan. Negara-negara lain di dunia diduga juga tidak melaporkan angka yang sebenarnya, karena alasan yang sama, termasuk masalah keterbatasan alat uji yang tersedia.
Namun revisi yang diumumkan di China dilakukan setelah sejumlah negara mengkritisi data sebelumnya.
“Mereka jelas dalam posisi bertahan,” kata Jean-Pierre Cabestan, profesor ilmu politik di Hong Kong Baptist University kepada Times.
"Ini tantangan besar untuk China untuk memperbaiki citranya.”
Wuhan, kota berpenghuni 11 juta jiwa, menjalani lockdown pada 23 Januari lalu untuk mengendalikan penyebaran infeksi penyakit virus corona 2019.
Penguncian kota itu belum lama telah dicabut kembali setelah diklaim hanya ada tiga kasus baru penyakit itu selama lebih dari tiga pekan.