Praktisi Hukum Ricky Vinando yang juga alumni Universitas Jayabaya berpandangan dari segi hukum, hingga saat ini tidak ada satu keadaan memaksa apapun yang bisa membuat seseorang tidak memenuhi kewajiban dalam suatu ikatan kontrak.
"Yang menyebabkan masyarakat sebagai debitur tidak bisa memenuhi kewajiban kepada perbankan adalah karena himbauan pemerintah misalnya karena Corona sehingga masyarakat hanya diminta di rumah saja, nah itu bukanlah keadaan memaksa, apalagi sebelum Corona masuk ke Indonesia, awal Februari atau akhir Januari 2020, ada banyak yang harusnya bisa dilakukan Pemerintah tapi tak dilakukan", tutur Ricky kepada Bisnis, Rabu (15/4/2020).
Kemudian Ricky mengatakan yang harusnya dilakukan pemerintah saat awal Februari atau akhir Januari saat Corona sudah mewabah di 25 negara, adalah seharusnya seluruh penerbangan dan kapal laut dari negara lain yang ingin masuk ke Indonesia dihentikan sementara waktu. Dengan demikian masyarakat bisa bekerja seperti biasa dan tidak perlu diminta hanya di rumah karena jalur masuknya Corona sudah ditutup. Tapi itu tidak dilakukan.
Karena jika tetapkan keadaan Kahar atau force majeure, maka banyak perbankan akan mengalami kesulitan modal sehingga berdampak pada kesehatan bank dan itu beresiko terhadap perekonomian Indonesia karena konsekuensinya akan banyak hutang yang secara hukum dianggap lunas jika force majeure ditetapkan.
Dia juga menilai Indonesia sudah siap menyambut kedatangan lebih banyak Virus Corona, mengingat masih belum ada penerbangan maupun kapal laut dari luar negeri yang ditutup.
Seperti diketahui, keadaan memaksa atau force majeure dikenal dalam hukum perdata, merupakan kondisi yang terjadi setelah dibuat perjanjian atau kontrak yang menghalangi salah satu pihak untuk memenuhi kewajibannya atau prestasinya. Dalam keadaan force mejeure, pihak yang tidak menjalankan kewajiban tidak bisa dinyatakan sebagai wanprestasi.
"Jadi semua kontrak atau perjanjian bisnis harus tetap jalan semuanya. Perbankan tidak perlu khawatir, debitur lakukan restrukturisasi hutang saja, karena Pasal 1320 KUH Perdata tetap mengikat para pihak dalam kontrak atau perjanjian. Tidak bisa dibatalkan karena Virus Corona, Corona bukan keadaan memaksa, orang masih bisa kerja, cuma kan ditakut-takuti terus bisa masuk penjara padahal itu tak ada dasar hukumnya kok, orang bisa masuk penjara hanya jika langgar karantina wilayah atau rumah sakit sekarang kan PSBB," kata Ricky.
Menurutnya, pandemi Virus Corona atau Covid-19 bukanlah kondisi yang tidak bisa diprediksi oleh Pemerintah Pusat, sehingga menjadikan keadaan seolah memaksa. Dia meyakini Pemerintah Pusat sudah bisa memprediksi wabah Virus Corona atau Covid-19 bisa masuk ke Indonesia, setelah ada 25 negara yang sudah terkena pandemi virus corona tersebut pada awal Februari 2020.
"Kalau dilihat secara hukum dan beberapa fakta hukum yang ada tadi, Virus Corona ini tidak bisa dijadikan keadaan memaksa. Keadaan memaksa itu kan keadaan tak terduga, ini corona akan datang ke Indonesia terduga banget, baru bisa ditetapkan keadaan memaksa jika Virus Corona berasal dari Indonesia, di situ lah letak tak terduga nya. Lah ini dunia sudah geger duluan karena virus ini sejak 1 Februari 2020 sudah datang dan mewabah di 25 negara, artinya kita tahu itu dan kita bisa menduga betapa cepatnya pergerakan corona dari satu negara ke negara lain," kata Ricky.
Dia menjelaskan bahwa pandemi Covid-19 pertama kali berasal dari daerah Wuhan, China. Kemudian menyebar ke beberapa negara lainnya seperti India, Filipina, Italia, UEA, Malaysia, Jepang Korea dan puluhan negara lainnya.
"Secara hukum tidak tepat menjadikan Virus Corona sebagai keadaan memaksa, karena Indonesia awal Februari atau akhir Januari 2020 juga santai menyambut kedatangan Virus Corona ini. Kan tidak seharusnya dianggap enteng apalagi ada yang menjadikan corona sebagai bercandaan makan nasi kucing bisa cegah Corona, izinnya susah jadi corona susah masuk. Artinya kita sangat bisa menduga Virus Corona akan datang ke Indonesia, cuma kita tidak terlalu takut menghadapinya," ujar Ricky.