Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) meneliti kemungkinan terjadinya pelanggaran usaha dalam paket tes Covid-19 yang dilakukan oleh sejumlah rumah sakit.
Juru Bicara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Guntur Saragih, mengatakan bahwa dalam Pasal 15 ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyebutkan pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat persyaratan bahwa pihak penerima barang atau jasa harus bersedia membeli barang dan/atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
“Terkait rapid test, ada beberapa pelaku usaha rumah sakit memberikan penawaran rapid tes disertai produk layanan lainnya dalam satu paket. Jadi masyarakat, selaku pihak lain terindikasi harus membayar keseluruhan paket,” tuturnya, Selasa (14/4/2020).
Dia melanjutkan, dalam rapat komisioner yang digelar Senin (13/4/2020), pihaknya sudah memutuskan untuk melakukan penelitian inisiatif terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran usaha terkait Pasal 15 ayat (2) UU 5/1999 tersebut.
“Untuk mendukung penelitian ini, kami akan meneliti juga apakah rapid test, secara teknis kedokteran, mesti disertai beberapa alat tes lain, seperti CT scan toraks, pemeriksaan dokter umum dan sebagainya. Kami teliti di berbagai rumah sakit dan kami libatkan kantor wilayah di berbagai daerah. Kami dorong supaya penelitian ini bisa memberikan kesimpulan ada tidaknya pelanggaran,” ucapnya.
Sementara itu, Gopprera Panggabean, Direktur Penindakan KPPU menjelaskan bahwa informasi yang dia peroleh, ada beberapa rumah sakit yang menyiapkan diagnosis awal Covid-19 dalam beberapa paket.
Baca Juga
Contohnya, ada paket untuk rapid test dan swab dipatok tarif Rp489.000. Lalu ada rumah sakit yang menyiapkan paket basic yang dibanderol Rp1,9 juta terdiri dari pemeriksaan darah, rapid tes, CT toraks dan konsultasi ke dokter umum.
Pada rumah sakit yang sama ada paket lain yakni advance seharga Rp3,9 juta mulai dari rapid, CT scan, konsultasi ke dokter umum dan konsultasi ke dokter spesialis paru-paru atau penyakit dalam. Paket lainnya Rp5,8 juta yang terdiri dari rapid test, PCR, CT scan, konsultasi ke dokter spesialis penyakit paru-paru.
“Informasi yang kita terima bahwa masyarakat yang ingin meminta layanan rapid test tidak diberikan, jadi harus bayar dalam bentuk paket-paket yang ditawarkan itu. Nanti kita lihat apa proses itu harus dilewati semua, atau sebenarnya untuk deteksi awal misalnya rapid test bisa jadi tidak perlu mengikuti tes yang lain,” tuturnya.