Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pandemi Covid-19, CSIS: Mobilitas Masyarakat Masih Masif

Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia menilai arahan pemerintah kepada masyarakat di DKI Jakarta untuk tidak mudik dan membatasi pergerakan pribadi tidak efektif.
Petugas gabungan melaksanakan pengawasan dalam Penerapan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jalan Ciledug Raya, Jakarta, Jumat (10/4/2020). Kegiatan pelaksanaan pengawasan PSBB itu dilakukan untuk mengingatkan kewajiban warga untuk memakai masker dan aturan penumpang dalam satu kendaraan. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Petugas gabungan melaksanakan pengawasan dalam Penerapan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jalan Ciledug Raya, Jakarta, Jumat (10/4/2020). Kegiatan pelaksanaan pengawasan PSBB itu dilakukan untuk mengingatkan kewajiban warga untuk memakai masker dan aturan penumpang dalam satu kendaraan. Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA - Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia menilai arahan pemerintah kepada masyarakat di DKI Jakarta untuk tidak mudik dan membatasi pergerakan pribadi tidak efektif.

Berdasarkan data "Facebook Disease Prevention Map" pada 2-3 April 2020, ratusan masyarakat Jakarta tetap berpergian dengna jarak lebih dari 100 Km. Sementara itu, sebagian besar sampel penelitian masih bergerak di kisaran 20-40 Km.

"Himbauan pemerintah agar tidak mudik sejauh ini tidak efektif mencegah pergerakan masyarakat dan dengan sendirinya potensi penyebaran COVID-19 di luar Jakarta akan kian meningkat," ujar Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Indonesia Noory Okthariza dalam keterangan tertulis, Jumat (10/4/2020).

Noory menjelaskan ada pergerakan massa yang cukup besar hingga radius 500 Km dari Jakarta. Dengan kata lain, ada pergerakan massa dari Jakarta ke Bandung, Brebes, Cilacap,Semarang, Solo, maupun Yogyakarta jika ditarik ke arah timur.

Setelah radius 500 Km, Noory mendata ada beberapa titik radius yang memiliki volume pergerakan signifikan yakni di titik 600 Km, 900 Km, dan 1.400-1.500 Km. Dengan demikian, lanjutnya, data tersebut mengkonfirmasi pemberitaan di media massa terkait gelombang arus mudik di Sumatra dan Jawa.

"Tanpa adanya langkah preventif yang konkret dari pemerintah, bisa jadi angka pergerakan ini akan semakin tinggi dalam beberapa hari ke depan, dan mencapai puncaknya menjelang bulan Ramadhan dan Lebaran," ucapnya.

Lebih lanjut, Noory melihat adanya korelasi antara pergerakan tersebut dengan peningkatan jumlah orang dalam pemantauan (ODP) di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Pada ketiga provinsi tersebut, jumlah ODP melesat antara 30-200 persen selama 3-7 April 2020.

Dalam tingkat nasional, Noory menyimpulkan bahwa tingkat kepatuhan masyarakat terkait himbauan pemerintah untuk tetap berada di rumah rendah. Noory mengambil kesimpulan tersebut dari data yang sama dengan sampel sebanyak 250.000 pengguna Facebook yang mengaktifkan fitur lokasinya.

Noory menilai kebijakan pembatasan sosial berskala besar harus diikuti dengan penegakan hukum yang konkret dari pemerintah. Pasalnya pergerakan masyarakat tetap masif walaupun Presiden Joko Widodo telah menetapkan status "Darurat Kesehatan".

"Memang harus diakui pencegahan ini sulit dilakukan. Akan tetapi, situasi diyakini akan tambah buruk jika tidak ada tindakan yang diambil untuk mengurangi pergerakan ini," ujarnya.

Oleh karena itu, Norry setidaknya memberikan tujuh saran ayng bisa dilakukan pemerintah untuk membatasi pergerakan masyarakat.

Pertama, segera membuat forum komunikasi terpadu yang memungkinkan koordinasi yang baik antara pemerintah provinsi di Pulau Jawa. Kedua, forum komunikasi ini sebaiknya diinisiasi oleh pemerintah pusat.

Ketiga, mempermudah syarat daerah menerapkan PSBB. Keempat, membatalkan semua transportasi publik yang potensial membawa orang ke kampung halaman dibarengi dengan sosialisasi dan pengondisian di terminal-terminal, stasiun, maupun bandara.

Kelima, memerintahkan penjualan tiket online untuk stop beroperasi sementara waktu. Keenam, memberitaan insentif yang targeted kepada masyarakat kelompok rentan yang tidak bisa mudik lewat skema-skema bantuan sosial yang sudah pernah dilakukan pemerintah.

"[Terakhir,] sebaiknya mulai dipertimbangkan mobilisasi kekuatan TNI untuk membantu kepolisian menegakkan aturan terkait PSBB, tanpa harus mengubah status menjadi Darurat Sipil," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Andi M. Arief
Editor : Fatkhul Maskur
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper