Bisnis.com, JAKARTA – Tim Pakar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) menilai Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 9/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 tidak relevan dengan kondisi genting seperti saat ini.
Sebagai catatan, beleid yang diteken oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto pada 3 April 2020 berisi 19 pasal. Beleid tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Wilayah dan Peraturan Pemerintah (PP) No 21/2020 tentang PSBB.
Anggota Tim Pakar FKM UI Pandu Riono mengatakan Permenkes No. 9/2020 membuat upaya penanganan Covid-19 di Tanah Air menjadi terhambat lantaran harus melalui serangkaian proses terlebih dahulu. Menurutnya, isi beleid itu seakan-akan diambil dari peraturan-peraturan lain yang sudah ada sebelumnya.
“Ini sebuah keanehan, seakan-akan copy paste begitu saja dari peraturan yang dibuat dalam keadaan tenang. Perlu ada serangkaian proses, daerah mengajukan ke pusat, disetujui oleh Kemenkes dahulu. Keadaan darurat yang sudah bicara antara hidup dan mati seperti ini tidak bisa lagi seperti itu,” katanya ketika dihubungi oleh Bisnis pada Minggu (4/5/2020).
Lebih lanjut, Pandu menjelaskan ketidakberesan Permenkes No. 9/2020 merupakan buntut dari peraturan di atasnya yang tak lain adalah PP No. 21/2020. Dia mendesak agar pemerintah bisa mengkaji kembali keberadaan dua peraturan tersebut dan mengeluarkan instruksi presiden (Inpres) untuk mempercepat upaya penanganan Covid-19.
“Cabut PP No.21/2020 dan Permenkes No. 9/2020 ganti dengan Inpres yang berlaku nasional dan bisa jadi pedoman bagi daerah untuk menangani Covid-19. Jadikan PSBB berlaku secara nasional, untuk implementasinya biarkan pemerintah daerah yang mengatur sesuai dengan kondisi daerahnya masing-masing. Tanpa perlu pengajuan dan penetapan terlebih dahulu,” tegasnya.
Baca Juga
Pandu menambahkan dari sisi otonomi daerah, seharusnya dalam hal ini pemerintah pusat hanya berperan sebagai pembina atau pihak yang memberikan arahan semata. Seluruh keputusan dan upaya penanganan diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah di bawah tanggung jawab pemerintah pusat.
“Sekarang bagaimana caranya yang harus dipikirkan adalah agar virus itu tidak makin menyebar. Manusia yang terjangkiti sudah banyak, tidak semuanya terdeteksi. Mobilitas harus dibatasi jangan sampai yang ada di kota-kota yang jadi pusat penyebaran pergi ke daerah lain. Sekarang malah dibiarkan begitu saja, mudik tidak dilarang, daerah juga kebingungan fasilitas kesehatan tentunya tidak memadai,” tuturnya.
Adapun, beberapa pasal penting dalam Permenkes No. 9/2020 antara lain:
Pasal 2
Untuk dapat ditetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar, suatu wilayah provinsi/kabupaten/kota harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit meningkat dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah; dan
b. Terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.
Pasal 3
(1) Menteri menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar di suatu wilayah berdasarkan permohonan gubernur/bupati/walikota.
(2) Permohonan dari gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk lingkup satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu.
(3) Permohonan dari bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk lingkup satu kabupaten/kota.
Pasal 4
(1) Gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri harus disertai dengan data:
peningkatan jumlah kasus menurut waktu;
penyebaran kasus menurut waktu; dan
kejadian transmisi lokal.
(2) Data peningkatan jumlah kasus menurut waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disertai dengan kurva epidemiologi.
(3) Data penyebaran kasus menurut waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disertai dengan peta penyebaran menurut waktu.
(4) Data kejadian transmisi lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disertai dengan hasil penyelidikan epidemiologi yang menyebutkan telah terjadi penularan generasi kedua dan ketiga.
(5) Selain data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) gubernur/bupati/walikota dalam mengajukan permohonan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri juga menyampaikan informasi mengenai kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek keamanan.
Pasal 7
(1) Dalam rangka penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar, Menteri membentuk tim.
(2) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:
1.melakukan kajian epidemiologis; dan
2.melakukan kajian terhadap aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, pertahanan, dan keamanan.
(3) Dalam melakukan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) khususnya terkait dengan kesiapan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Daerah.
(4) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tim memberikan rekomendasi penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar kepada Menteri dalam waktu paling lama 1 (satu) hari sejak diterimanya permohonan penetapan.
Pasal 13
(1) Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar meliputi: peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan keagamaan; pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum; pembatasan kegiatan sosial dan budaya; pembatasan moda transportasi; dan pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan.
(2) Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan selama masa inkubasi terpanjang dan dapat diperpanjang jika masih terdapat bukti penyebaran.
(3) Peliburan sekolah dan tempat kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan bagi kantor atau instansi strategis yang memberikan pelayanan terkait pertahanan dan keamanan, ketertiban umum, kebutuhan pangan, bahan bakar minyak dan gas, pelayanan kesehatan, perekonomian, keuangan, komunikasi, industri, ekspor dan impor, distribusi, logistik, dan kebutuhan dasar lainnya.
(4) Pembatasan kegiatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan dalam bentuk kegiatan keagamaan yang dilakukan di rumah dan dihadiri keluarga terbatas, dengan menjaga jarak setiap orang.
(5) Pembatasan kegiatan keagamaan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan, dan fatwa atau pandangan lembaga keagamaan resmi yang diakui oleh pemerintah.
(6) Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan dalam bentuk pembatasan jumlah orang dan pengaturan jarak orang.
(7) Pembatasan tempat atau fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dikecualikan untuk:
a. supermarket, minimarket, pasar, toko atau tempat penjualan obat-obatan dan peralatan medis kebutuhan pangan, barang kebutuhan pokok, barang penting, bahan bakar minyak, gas, dan energi;
b. fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas lain dalam rangka pemenuhan pelayanan kesehatan; dan
b. tempat atau fasilitas umum untuk pemenuhan kebutuhan dasar penduduk lainnya termasuk kegiatan olah raga.
(8) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan orang serta berpedoman pada protokol dan peraturan perundang-undangan.
(9) Pembatasan kegiatan sosial dan budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan dalam bentuk pelarangan kerumunan orang dalam kegiatan sosial dan budaya serta berpedoman pada pandangan lembaga adat resmi yang diakui pemerintah dan peraturan perundang-undangan.
(10) Pembatasan moda transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dikecualikan untuk:
a. moda transpotasi penumpang baik umum atau pribadi dengan memperhatikan jumlah penumpang dan menjaga jarak antar penumpang; dan
b. moda transpotasi barang dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk.
(11) Pembatasan kegiatan lainnya khusus terkait aspek pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dikecualikan untuk kegiatan aspek pertahanan dan keamanan dalam rangka menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah, dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan, serta mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat, dengan tetap memperhatikan pembatasan kerumunan orang serta berpedoman kepada protokol dan peraturan perundang-undangan.