Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Eropa dan AS Batalkan Pesanan Garmen Senilai US$1 Miliar dari Bangladesh

Pembatalan pesanan pakaian jadi dari Bangladesh tersebut disebabkan penyebaran virus corona menekan permintaan baju di negara Eropa dan Amerika Serikat.
Bendera Bangladesh/Istimewa
Bendera Bangladesh/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan ritel Eropa dan Amerika Serikat membatalkan pesanan pakaian jadi dari Bangladesh sekitar US$1 miliar karena wabah virus corona mempengaruhi permintaan pasar.

Primark, perusahaan fesyen bujet yang dimiliki oleh Associated British Foods Plc., menjadi salah satu perusahaan yang membatalkan pesanan tersebut.

Sebanyak 347 produsen pakaian jadi di Bangladesh terkena imbas pembatalan pesanan, kata Direktur Asosiasi Produsen dan Eksportir Garmen Bangladesh Asif Ibrahim.

Bangladesh, yang merupakan eksportir pakaian jadi terbesar di dunia setelah China, kemungkinan akan terdampak pertumbuhan ekonominya karena pembatalan ini. Pasalnya, pabrik garmen di negara ini memperkerjakan sekitar 4 juta tenaga kerja dan industri ini menyumbang 13 persen dari PDB Asia Selatan.

"Saya meminta dukungan anda semua untuk melewati krisis ini bersama," demikian pernyataan Rubana Huq, Presiden Asosiasi Eksportir dalam sebuah surat yang ditujukan kepada perusahaan ritel, meminta mereka tidak membatalkan pesanan.

"Biarkan produksi terus berlanjut. Dalam keadaan darurat, kami menerima penangguhan pembayaran," lanjutnya.

Pembatalan pesanan ini menjadi pukulan bagi ekonomi Bangladesh. Padahal, selama lima tahun berturut-turut pertumbuhan ekonominya lebih dari 7 persen seiring dengan kebijakan yang dirilis Pemerintahan Perdana Menteri Sheikh Hasina untuk meningkatkan pendapatan per kapita.

Sunday Times melaporkan Primark, yang tidak memiliki penjualan online, menggunakan alasan force majeure dalam kontrak untuk membatalkan pesanan ini. Perusahaan ini mengoperasikan sebanyak 376 toko di 12 negara.

"Untuk Bangladesh, permintaan ekspor terbesar berasal dari kawasan Eropa dan Amerika Serikat, yang saat ini ekonominya tumbuh sangat lambat," ujar Moody's Investors Service.

Kendati demikian, Moody's memperkirakan kondisi ini hanya berlangsung sementara. Permintaan dan pasokan tekstil akan kembali pulih pada akhir tahun ini.

Adapun, kasus positif corona di dunia meningkat dua kali lipat, lebih dari 300.000 dalam seminggu dengan jumlah pasien meninggal sebanyak 13.000 jiwa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper