Bisnis.com, JAKARTA – Maskapai penerbangan Australia, Qantas Airways Ltd., kembali memangkas jumlah penerbangannya menyusul wabah virus corona (Covid-19).
Kali ini, Qantas menutup seluruh penerbangan internasional dan berdampak pada sebagian besar dari 30.000 tenaga kerjanya yang harus mengambil cuti tanpa digaji karena anjloknya jumlah penerbangan.
Dilansir dari Bloomberg, Qantas dan maskapai berbiaya rendahnya, Jetstar, menghentikan penerbangan dalam negeri dari akhir Maret hingga Mei 2020. Selain itu, penerbangan domestik juga dipangkas hingga 60 persen. Sekitar 150 pesawat akan ‘dikandangkan.’.
Chief Executive Officer Qantas Alan Joyce mengatakan dalam sebuah catatan kepada karyawan bahwa permintaan penerbangan telah menguat.
“Kami tidak memiliki pekerjaan bagi sebagian besar karwayan. Kami harus membuat keputusan sulit untuk menjamin masa depan maskapai nasional," ungkap Joyce, seperti dikutip Bloomberg.
Qantas telah mendapat lonjakan pembatalan penerbangan dari dan ke mancanegara saat Covid-19 semakin menyebar dan memicu larangan terbang di seluruh dunia. Langkah ini semakin tak terhindarkan setelah pemerintah Australia menyarankan agar tidak melakukan perjalanan ke luar negeri dan melarang pertemuan massa di dalam negeri.
Dua pertiga pekerja Qantas akan menganggur sementara karena harus mengambil cuti tak dibayar. Sementara sejumlah kecil karyawan lainnya dapat menggunakan hak cuti dibayar atau diberikan hak liburan lebih awal.
Saham Qantas merosot 15 persen ke level A$2,14 pada penutupan perdagangan di bursa Sydney setelah perusahaan menunda pembayaran dividen pemegang saham hingga September 2020. Saham Qantas telah jatuh 70 persen tahun ini.
Qantas meningkatkan pemangkasan gaji pejabat level tinggi perusahaan. Pejabat eksekutif manajemen dan direktur perusahaan tidak akan digaji hingga akhir tahun fiskal yang berakhir Juni 2020.
Selain Qantas, Delta Air Lines Inc. sebelumnya juga memangkas sekitar 70 persen kapasitas penerbangan. Sementara itu, maskapai penerbangan AS lainnya telah mengambil langkah serupa.
Menurut International Air Transport Association, industri penerbangan global membutuhkan bantuan pemerintah dan langkah-langkah bailout senilai US$150 miliar dan US$200 miliar untuk bertahan dari krisis akibat Covid-19.