Bisnis.com, JAKARTA - Perusahaan minyak milik Arab Saudi, Aramco, membukukan penurunan laba sebesar 21 persen pada 2019 dan memangkas rencana belanja pada tahun ini.
Raksasa minyak itu menyatakan penurunan laba disebabkan produksi yang melemah. Aramco juga memangkas capital expenditure (Capex) karena harga minyak mentah yang jatuh.
Dilansir Bloomberg, Minggu (15/3/2020), penghasilan bersih Aramco tercatat sebesar 330,7 miliar riyal turun 21 persen year-on-year dibandingkan 2018 sebesar 416,6 miliar riyal. Sedangkan total pendapatan senilai 1,11 triliun riyal turun dari 2018 sebesar 1,19 triliun.
Ini merupakan pertama kalinya Aramco melaporkan hasil sebagai perusahaan terbuka sejak rekor penjualan sahamnya sebesar US$29 miliar pada Desember 2019.
Perkiraan pengeluaran modal untuk 2020 yakni antara US$25 miliar dan US$30 miliar mengingat kondisi pasar dan volatilitas harga komoditas baru-baru ini. Sedangkan Capex tahun lalu sebesar US$32,8 miliar dibandingkan dengan US$35,1 miliar pada 2018.
Perang harga minyak yang dipimpin oleh Arab Saudi dan Rusia mengancam lebih banyak pukulan bagi dunia usaha karena negara-negara produsen bersiap meningkatkan pasokan dengan harga diskon ke pasar yang sudah melemah karena turunnya permintaan. Minyak mentah telah kehilangan setengah dari nilainya sejak awal tahun.
Sebelumnya, harga minyak jatuh tahun lalu ketika Arab Saudi memangkas produksi sebagai bagian dari upaya bersama antara anggota OPEC dan Rusia. Serangan drone dan rudal pada dua fasilitas minyak terbesar Aramco pada September 2019 untuk sementara memangkas produksi lebih dari setengahnya, tetapi tidak menyebabkan lonjakan harga yang besar.
Harga minyak mentah Brent menjadi rata-rata US$64,12 per barel pada 2019 dibandingkan dengan US$71,67 pada tahun sebelumnya. Menurut data yang dikumpulkan oleh Bloomberg, produksi Saudi turun menjadi rata-rata 9,83 juta barel per hari dari 10,65 juta pada 2018.