Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan Boris Johnson berencana memperketat aturan imigrasi terkait rekrutmen tenaga kerja tidak terampil. Hal ini ditempuh untuk mengakhiri ketergantungan Inggris terhadap tenaga kerja yang dibayar rendah.
Di samping itu, pembatasan juga akan dilakukan untuk membatasi pergerakan ke daratan Eropa setelah Inggis resmi bercerai dengan Uni Eropa. Di bawah sistem imigrasi yang mulai berlaku pada 1 Januari 2021, para pekerja harus membuktikan bahwa mereka mahir bahasa Inggris, memiliki penawaran kerja dengan keterampilan khusus, kualifikasi tertentu, dan gaji yang prospektif.
Sebuah tabel yang diterbitkan oleh Home Office menunjukkan syarat 70 poin untuk mendapatkan visa. Contohnya, 10 poin untuk berbicara bahasa Inggris, 20 poin untuk tawaran pekerjaan, 20 untuk gaji 25.600 pound (US$ 33.000) atau lebih, dan 20 poin untuk kualifikasi pascadoktoral.
"Sistem ini akan menurunkan jumlah migrasi secara keseluruhan sambil menarik [tenaga kerja] yang paling cerdas dan terbaik dari seluruh dunia," ujar Menteri Dalam Negeri Priti Patel, dilansir Bloomberg, Kamis (20/2/2020).
Johnson berulang kali mengatakan keluar dari Uni Eropa atau dikenal dengan British Exit (Brexit) merupakan pilihan untuk mengendalikan imigrasi. Namun, pengetatatan keimigrasian langsung memicu peringatan langsung dari dunia usaha tentang dampak kekurangan pekerja.
Kelompok penasihat pemerintah memperkirakan bahwa 70 persen dari pekerja Uni Eropa yang sudah berada di Inggris tidak akan memenuhi syarat perolehan visa berdasarkan aturan yang baru.
Pemerintah mengatakan perusahaan harus beradaptasi dan berbuat lebih banyak untuk melatih tenaga kerja domestik. Untuk dikethui, migrasi dari Uni Eropa telah menurun secara signifikan sejak referendum 2016.
"Kecepatan dan skala perubahan ini akan membutuhkan penyesuaian yang signifikan oleh bisnis," kata Adam Marshall, Direktur Jenderal Kamar Dagang Inggris.
Baca Juga
Dia melanjutkan, perusahaan sudah banyak berinvestasi pada peningkatan kualutas sumber daya manusia di dalam negeri. Namun, jika mengalami kekurangan tenaga kerja, perusahaan masih akan membutuhkan akses ke pekerja di luar negeri di semua tingkat keterampilan.
Meskipun Johnson telah menyebut peraturan ini berubah total, hal itu akan membuat warga Uni Eropa mengajukan visa di bawah sistem yang peruntukkannya imigran non-Uni Erop, juga termasuk visa pelajar.
Saat pengusaha tidak lagi dapat mengakses Uni Eropa untuk mengisi lowongan pekerjaan, ambang batas yang diperlukan pada sistem yang ada telah diturunkan, baik dalam gaji dan kualifikasi yang diperlukan.
Pemerintah mengatakan mulai tahun depan, warga UE tidak akan memerlukan visa untuk masa tinggal kurang dari enam bulan dengan menggunakan gerbang elektronik yang mengurangi waktu tunggu.
Sementara itu, untuk orang-orang berpenghasilan tinggi dan paling terampil, kemungkinan akan bisa masuk Inggris tanpa tawaran kerja sebelumnya. Poin kebijakan ini juga akan dibuka untuk warga Uni Eropa.
Perwakilan dari industri mengkritik sistem baru ini. Minette Batters, Presiden Serikat Petani Nasional, mengatakan rencana untuk membatasi visa bagi pekerja berketerampilan rendah bisamempengaruhi sektor ini.
Pihak oposisi Partai Buruh mengatakan rencana pemerintah mengatur sistem ambang gaji akan mempersulit penarikan tenaga kerja yang dibutuhkan. Pihak opisisi juga berjanji untuk menghadang rancangan undang-undang itu jika sudah sampai di parlemen. Namun, Patel berpendapat bahwa pemerintah memenuhi apa yang diminta oleh pemilih dalam referendum Brexit 2016.