Bisnis.com, JAKARTA - Inggris meluncurkan serangan pertamanya kepada Uni Eropa mengenai rencana kesepakatan dagang setelah resmi meninggalkan blok ekonomi itu.
Rencananya, negosiasi dagang antara kedua belah pihak akan dimulai bulan depan.
Pada penampilan publik pertamanya sebagai Kepala Negosiator Brexit Inggris David Frost menolak posisi Brussels bahwa Inggris harus mematuhi peraturan UE sebagai bagian dari kesepakatan perdagangan.
"Kita harus memiliki kemampuan untuk menetapkan undang-undang yang sesuai dengan kita. Ini bukan posisi negosiasi sederhana yang mungkin bergerak di bawah tekanan," kata Frost kepada audiensi akademis dan mahasiswa di universitas ULB di Brussels, dilansir Bloomberg, Selasa (18/2/2020).
Setelah meninggalkan Uni Eropa pada 31 Januari lalu, Inggris memiliki 11 bulan untuk mencapai kesepakatan dagang dengan Uni Eropa. Jika tak tercapai kata sepakat, hubungan dagang Inggris dan UE akan berstatus default, sesuai dengan ketentuan World Trade Organozation (WTO), dimana tarif, kuota dan pemeriksaan pabean akan kembali ke ketentuan awal.
Frost menegaskan bahwa Inggris tidak akan memperpanjang periode transisi 11 bulan itu. Uni Eropa menilai setiap kesepakatan bergantung pada Inggris yang harus berkomitmen untuk berhenti meremehkan ekonomi Eropa.
Namun Inggris mengatakan aturan Uni Eropa yang dikenal dengan istilah 'level playing field' tidak adil dan melampaui ketentuan yang diberlakukan blok dalam kesepakatan perdagangan sebelumnya dengan Jepang dan Kanada.
Aturan itu akan memaksa Inggris menerima standar blok itu di berbagai bidang seperti subsidi publik, aturan lingkungan, dan kondisi tenaga kerja.
"Kami hanya menginginkan apa yang dimiliki negara-negara independen lainnya," kata Frost.
Jika tuntutan untuk tunduk pada aturan Uni Eropa dipaksakan, kesepakatan demokratis akan gagal dicapai secara dramatis.
Di bawah Pemerintahan Perdana Menteri Boris Johnson, Inggris mengambil pendekatan yang agresif untuk perundingan dengan Uni Eropa dibandingkan dengan pendahulunya, Theresa May.
Penjelasan Frost tentang strategi Inggris sangat kontras dengan langkah diam-diam pemerintah melakukan pembicaraan tentang keluarnya Inggris selama tiga tahun terakhir.
Sementara itu, sejauh ini Uni Eropa masih mempertimbangkan posisi dalam negosiasi ini dengan serangkaian diskusi internal oleh para diplomat yang dijadwalkan berakhir pada Rabu esok.
Blok ekonomi ini tengah mempertimbangkan untuk menuntut Inggris tidak hanya berpegang teguh pada aturan Uni Eropa, tetapi juga sepakat jika pihaknya merevisi aturan di seluruh bidang, mulai dari kebersihan makanan hingga perlindungan data dan undang-undang perburuhan.
Frost mengatakan Inggris menginginkan ketentuan persaingan yang adil berdasarkan pada preseden dalam kesepakatan perdagangan bebas lainnya.
Dalam kesepakatannya dengan Kanada, Korea, dan Jepang, Uni Eropa membebaskan hampir semua jalur tarif, tetapi tidak memaksa negara mana pun untuk mematuhi peraturan subsidi atau mengikuti perubahan di masa depan pada buku peraturannya.
Minggu depan, lanjut Frost, Inggris akan menguraikan visi rinci mengenai masa depan hubungannya dengan Uni Eropa.
"Adalah mungkin untuk menjadi mitra politik dan pesaing ekonomi," tegasnya.