Bisnis.com, JAKARTA - Pengacara buronan KPK Nurhadi, Maqdir Ismail, mempersilahkan Bareskrim Polri dan KPK memeriksa dirinya terkait keberadaan kliennya yang kini telah ditetapkan sebagai DPO tersebut.
Maqdir mengakui bahwa ia sempat bertemu dengan Nurhadi sekitar tiga minggu lalu di sebuah rumah seorangkolega yang lokasinya dirahasiakan, tetapi masih di wilayah DKI Jakarta. Menurutnya, pertemuan dia dengan Nurhadi di rumah itu hanya membahas mengenai perkara yang tengah menjerat sang klien, bukan lainnya.
"Iya, saya bertemu dengan Nurhadi tiga minggu lalu di kediaman seseorang di Jakarta ya. Itu kan tiga pekan lalu. Kalau sekarang saya tidak tahu di mana dia (Nurhadi) berada," tuturnya kepada Bisnis lewat sambungan telepon, Selasa (18/2/2020).
Pernyataan Maqdir tersebut tak lepas dari omongan Direktur Lokataru, Haris Azhar, mengenai Nurhadi beberapa hari lalu yang mengatakan bahwa mantan Sekretaris MA itu berada di sebuah apartemen mewah di Jakarta. Untuk hal ini, Maqdir membantah. Menurutnya, tidak ada satu pun yang tahu keberadaan Nurhadi saat ini, termasuk Maqdir sendiri.
"Haris Azhar itu bertindak dan berbicara sebagai apa? Sebagai pengacara kliennya atau lembaga apa itu namanya, kalau memang dia (Haris Azhar) tahu keberadaannya, silahkan saja jelaskan ke KPK atau Polisi," katanya.
Maqdir juga sempat menyindir Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, yang telah menggelar sayembara dengan hadiah iphone 11 untuk informasi ihwal keberadaan Nurhadi saat ini.
Dia menilai bahwa sayembara yang dilakukan oleh Boyamin merupakan wujud penghinaan terhadap aparat penegak hukum. "Itu kan sama saja dia (Boyamin) menghina aparat penegak hukum kita; seolah-olah tidak bisa mencari dan menangkap orang. Itu kan harusnya dihentikan," ujarnya.
Sebelumnya, Bareskrim Polri dan KPK mengancam bakal mempidanakan siapapun yang menghalangi tim penyidik untuk menangkap buronan Nurhadi.
Kepala Bagian Penerangan Umum Polri Kombes Pol Asep Adi Saputra mengatakan bahwa pihak-pihak yang menyembunyikan buronan penegak hukum baik KPK, Polri maupun Kejaksaan Agung, bisa dijerat dengan Pasal 55 KUHP karena telah menghalang-halangi proses penyidikan KPK. Dia memastikan Polri dan KPK bakal bersinergi terus untuk menangkap para buronan tersebut.
"Siapa saja yang melakukan tindak pidana baik itu aktor intelektualnya atau melancarkan proses tindak pidana, itu termasuk dalam turut serta ya. Kalau ada yang menyembunyikan buronan, itu termasuk pelanggaran pidana," tuturnya, Senin (17/2/2020).