Bisnis.com, JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menerima kedatangan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk melakukan silaturahmi dan membahas wacana pemulangan warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi kombatan ISIS dan kini berada di Suriah.
"Yang kami bicarakan tadi selama satu jam fokus pada pertama, pemulangan WNI yang masih ada di camp pengungsi ISIS yang ada di Suriah. Ibu menteri minta masukan kepada PBNU, selama ini pemerintah belum berpendapat (tentang wacana itu). Kami sharing pendapat," kata Ketua Umum PBNU Prof. Dr. KH. Said Aqil Siroj usai bertemu Menlu di gedung PBNU di Jakarta, Selasa (11/2/2020).
Mengenai wacana tersebut, Said menegaskan bahwa dari PBNU menolak tegas pemulangan para WNI yang pernah bergabung dengan ISIS.
Menurut dia, seharusnya tidak ada wacana membicarakan pemulangan 600 orang yang dapat mengganggu ketenangan 260 juta orang Indonesia.
Tidak hanya itu, tegas Said Aqil, para WNI tersebut juga sudah menganggap ISIS sebagai negara dan oleh karena itu telah membuang kewarganegaraan Indonesia saat bergabung dengan kelompok tersebut.
"ISIS ideologinya jelas bertentangan dengan Pancasila. Siapapun, bukan hanya ISIS, kelompok manapun yang menolak Pancasila silahkan hengkang dari NKRI. Itu yang paling mendasar," kata Said.
Baca Juga
Peserta aksi yang tergabung dalam Barisan Relawan Bhinneka Jaya (Barabaja) berunjuk rasa dengan membawa poster di depan Istana Merdeka Jakarta, Senin (10/2/2020)./Antara-Wahyu Putro A
Data Simpang Siur
Menlu Retno Marsudi mengatakan akan melakukan pendataan terlebih dahulu terkait pengikut ISIS itu karena sumber yang didapat dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengatakan ada sekitar 600 orang mengaku sebagai WNI, meski belum terverifikasi.
"Karena data yang kami terima banyak sekali yang simpang siur, jadi kami ingin memverifikasi. Itu saja yang dapat saya sampaikan," kata Menlu Retno usai bertemu jajaran PBNU.
Selain membahas soal eks kombatan ISIS, PBNU dan Menlu juga membahas perjuangan kemerdekaan Palestina, yang dipastikan oleh Menlu Retno bahwa Indonesia secara konsisten akan terus menyuarakan, mendukung perjuangan bangsa Palestina.
Aktivis yang tergabung dalam Forum Selamatkan NKRI - DIY melakukan aksi damai di kawasan Malioboro, Yogyakarta, Jumat (7/2/2020)./Antara-Andreas Fitri Atmoko
Status Diperdebatkan
Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana mengatakan secara teoritis apakah ISIS negara ataupun tidak, memang dapat diperdebatkan. Sama seperti halnya Israel, apakah negara atau bukan? Menurut AS Israel adalah negara, namun tidak menurut Indonesia.
Sebaliknya Indonesia menganggap Palestina adalah negara, namun AS tidak menganggap demikian.
Hal yang sama terjadi pada Republic of China (Taiwan). Masyarakat di Taiwan menyatakan dirinya sebagai negara, bahkan ada berbagai organ negara, seperti presiden, kata dia.
Namun Indonesia, AS dan banyak negara tidak mengakui Republic of China (RoC) sebagai negara. Negara-negara ini mengakui People's Republic of China (PRC) sebagai negara.
Menjadi pertanyaan bila ada WNI yang bergabung dengan tentara Israel apakah ia akan kehilangan kewarganegaraannya? Ini mengingat Israel bukanlah negara menurut Indonesia.
Atau apakah bila ada WNI yang ikut dalam latihan militer RoC maka yang bersangkutan tidak kehilangan kewarganegaraannya? Ini mengingat Indonesia mengakui PRC sebagai negara.
Bagaimana dengan ISIS? Bagi pengikut ISIS tentu ISIS dianggap negara, ujar Hikmahanto, namun tidak demikian oleh Indonesia dan semua negara di dunia.
Lalu tidakkah WNI yang tergabung dalam ISIS kehilangan kewarganegaraannya? Bila mencermati Pasal 23 ayat (d) UU Kewarganegaraan maka pembentuk UU saat itu sangat cermat menangkap kekisruhan apa yang dimaksud dengan "negara".
Oleh karenanya, lanjut Hikmahanto, pembentuk UU tidak menggunakan istilah "negara" dalam rumusan Pasal 23 huruf (d).
Adapun yang digunakan adalah istilah "dinas tentara asing". Oleh karenanya istilah dinas tentara asing tidak berkaitan dengan "negara".
Dinas tentara asing bisa mencakup tentara dari suatu negara yang diakui oleh Indonesia; atau tentara dari suatu negara yang tidak diakui oleh Indonesia; atau tentara dari sebuah pemberontak di suatu negara, kata Hikmahanto.
Oleh karenanya mereka yang tergabung dalam tentara ISIS telah hilang kewarganegaraannya karena bergabung dengan dinas tentara asing.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius (tengah) didampingi Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Irjen Pol Budiono Sandi (kiri) serta Deputi Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayjen TNI Hendri Paruhuman Lubis memberikan keterangan pers terkait wacana pemulangan WNI eks ISIS di Jakarta, Jumat (7/2/2020). Menurut Suhardi Alius, wacana pemulangan WNI eks ISIS ke Indonesia masih dalam tahap pembahasan./Antara-Aditya Pradana Putra
Kalaulah argumentasi di atas kurang meyakinkan apakah ISIS negara atau bukan? Pertanyaanya adalah apakah ISIS merupakan pemberontak dari pemerintahan yang sah atau tidak?
Bukankan salah satu tujuan ISIS adalah menggulingkan pemerintahan yang sah di Suriah dan Irak? Bila demikian, tidakkah para WNI yang tergabung dalam ISIS sebenarnya masuk dalam pemberontak di suatu negara?
Oleh karenanya secara otomatis WNI yang tergabung dalam tentara ISIS akan kehilangan kewarganegaraannya.
Otomatis di sini karena merujuk pada Pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memperoleh, Kehilangan dan Pembatalan Kewarganegaraan.
Dalam Pasal 31 ayat (1) disebut "Warga Negara Indonesia dengan sendirinya kehilangan kewarganegaraannya karena..."
Kata "dengan sendirinya" berarti tidak perlu lagi ada proses lanjutan bila terpenuhi salah satu dari berbagai alasan yang ada
"Kalaulah ada proses lanjutan hal tersebut untuk tujuan administrasi belaka. Hal ini diatur dalam Pasal 32 hingga 34 PP 2 Tahun 2007," kata Hikmahanto.