Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teorisme Suhardi Alius mengatakan pemerintah mengandalkan saluran intelijen dan The International Committee of the Red Cross terkait WNI eks-ISIS di Suriah.
“Informasi yang kami dapatkan dari beberapa komunitas internasional, apakah saluran intelijen atau badan-badan internasional,” kata Suhardi Alius di Kantor BNPT, Jakarta, Jumat (7/2/2020).
Meski mendapat angka sekitar 600 WNI eks-ISIS di Suriah, hingga kini BNPT belum dapat memeriksa langsung para WNI tersebut.
Menurut Suhardi, para WNI yang didominasianak-anak dan perempuan ini tersebar di tiga kamp berbeda yakni Al Roj, Al Howl, dan Ainisa.
Tiga kamp tersebut masing-masing dijaga oleh otoritas berbeda seperti pasukan demokratik suriah (SDF), kelompok Kurdistan, dan otoritas negara tersebut.
Sejauh ini hanya beberapa organisasi yang dapat memasuki kamp seperti ICRC. Walhasil, kabar terkait para pengungsi hanya mengandalkan informasi dari organisasi kemanusiaan dan saluran intelijen internasional.
Baca Juga
“Informasi ini bukan cuma milik BNPT, ada tiga lembaga yang pegang juga informasi ini. Pertama BNPT tentunya, kedua adalah BIN, dan ketiga adalah Kepolisian dalam hal ini Densus 88. Kami rapatkan, bagaimana informasi semacam ini,” terang Suhardi.
Di sisi lain, pemerintah masih terus melakukan pengecekan ulang terkait data yang diterima. Sejauh ini pemerintah belum mendapat data lengkap terkait 600 eks-ISIS tersebut. Hanya 100 lebih pengungsi yang telah terdata lengkap, baik nama maupun foto.
Pemerintah sedang menyiapkan dua skema terkait nasib para teroris lintas batas asal Indonesia di luar negeri. Dua skema dimaksud adalah memulangkan atau tidak memulangkan. Seluruhnya dipertimbangkan sebelum diputuskan.
Penyusunan draf tersebut dipimpin oleh BNPT. Draf itu akan diserahkan ke Wakil Presiden Ma`ruf Amin pada April. Selanjutnya diserahkan kepada Presiden Joko Widodo satu bulan setelahnya. Rencananya Jokowi akan memutuskan pada Mei - Juni.