Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Buruh Geruduk Kemenkes Pukul 10.00

Kahar Cahyono, Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, mengatakan unjuk rasa akan berlangsung mulai pukul10.00 WIB.
Warga antre mengurus kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (30/7/2018)./ANTARA-Yulius Satria Wijaya
Warga antre mengurus kepesertaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Senin (30/7/2018)./ANTARA-Yulius Satria Wijaya

Bisnis.com, JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, pada Kamis (6/2/2020) pagi.

Kahar Cahyono,  Ketua Departemen Komunikasi dan Media KSPI, mengatakan unjuk rasa akan berlangsung mulai pukul10.00 WIB.

Unjuk rasa tersebut dilakukan untuk menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang secara resmi naik per 1 Januari 2020. Pihaknya mendesak agar pemerintah segera membatalkan kenaikan tersebut.

"Seharusnya pemerintah konsisten dengan pernyataannya untuk tidak menaikkan iuran BPJS Kesehatan kelas 3, karena dari kenaikan Penerima Bantuan Iuran, serta kenaikan kelas 1 dan 2, sudah bisa digunakan untuk menutupi defisit," katanya dalam keterangan resmi yang diterima oleh Bisnis.com pada Rabu (5/5/2020).

Menurut Kahar, setidaknya ada lima alasan mengapa pihaknya menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

Pertama, kenaikan ini membuat daya beli masyarakat jatuh. Sebagai contoh, bagi peserta kelas III yang naik dari Rp25 ribu menjadi Rp42 ribu, apabila dalam satu keluarga terdiri dari suami, istri dan 3 orang anak atau satu keluarga terdiri dari 5 orang. Maka, dalam sebulan mereka harus membayar Rp210 ribu.

Dia menyebut bagi warga Jakarta dengan standar upah minimum atau penghasilan sebesar Rp4,2 juta, mungkin tidak memberatkan. Walaupun mereka juga belum tentu setuju dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

"Tetapi bandingkan dengan kabupaten/kota yang upah minimumnya di kisaran satu juta, mereka pasti akan kesulitan untuk membayar iuran tersebut. Misalnya masyarakat di daerah seperti Ciamis, Pangandaran, Sragen, dan lain-lain," katanya.

Bagi daerah yang upah minimumnya di kisaran 1 juta, satu keluarga yang terdiri dari 5 anggota keluarga harus mengeluarkan biaya lebih dari 20 persen dari penghasilan untuk membayar iuran BPJS Kesehatan.

Dengan kata lain, Kahar mengatakan bahwa knaikan iuran BPJS Kesehatan akan membuat daya beli masyarakat jatuh. Apalagi tingkat upah minimum tiap-tiap daerah berbeda.

Kedua, BPJS Kesehatan adalah jaminan kesehatan dengan hukum publik. BPJS Kesehatan bukan PT atau BUMN yang bertugas untuk mencari keuntungan. Apabila, mengalami kerugian, sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk menutup kerugian tersebut.

"Apalagi hak sehat adalah hak rakyat. Sebagai hak rakyat, maka tugas pemerintah adalah memberikan hak tersebut," tegasnya.

Dengan demikian, pemerintah tidak bisa serta-merta menaikkan iuran BPJS Kesehatan tanpa terlebih dahulu menanyakan kepada rakyat.

Ketiga, setiap tahun, iuran BPJS Kesehatan yang dibayarkan buruh selalu ada kenaikan. Sebagaimana kita ketahui, iuran BPJS Kesehatan dari buruh besarnya 5 persen dari upah, dimana 4 persen dibayarkan pengusaha dan 1 persen dibayarkan buruh.

"Ketika setiap tahun upah mengalami kenaikan, setiap tahun iuran BPJS juga mengalami kenaikan," ujar Kahar.

Keempat, akan terjadi migrasi kepesertaan dari kelas I ke kelas II atau III. Apalagi, jika kemudian berpindah ke asuransi kesehatan swasta dan tidak lagi bersedia membayar iuran BPJS Kesehatan. Padahal, dalam mandatnya, tahun 2019 ini seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali sudah harus menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Kelima, rakyat tidak mampu lagi membayar iuran BPJS Kesehatan. Ketika iuran semakin memberatkan dan akhirnya rakyat tidak mampu membayar iuran BPJS Kesehatan.

"Sebagai contoh di atas satu keluarga bisa membayar hingga 20 persen dari penghasilan mereka sama saja kebijakan ini telah memeras rakyat," imbuhnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Rezha Hadyan
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper