Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Change.org : Petisi Terbanyak Sepanjang 2019 Bertema Demokrasi dan Antikorupsi

Platform digital Change.org sepanjang 2019 diramaikan dengan isu bertemakan demokrasi dan antikorupsi.
Ilustrasi-Petisi Jangan Bunuh KPK, Hentikan Revisi UU KPK/change.org
Ilustrasi-Petisi Jangan Bunuh KPK, Hentikan Revisi UU KPK/change.org

Bisnis.com, JAKARTA – Platform digital Change.org sepanjang 2019 diramaikan dengan isu bertemakan demokrasi dan antikorupsi.

Desmarita Murni, Direktur Kemitraan Change.org Indonesia menyatakan, 2019 berbeda dengan 2018 yang didominasi kampanye bertemakan lingkungan.

Dia menyatakan, tahun 2019 gerakan sosial pada platform digital Change.org juga diramaikan kampanye bertemakan demokrasi dan antikorupsi.

Desma menilai tren tersebut sejalan dengan adanya momentum pemilihan presiden dan legislatif, dan aksi besar-besaran bertajuk #ReformasiDikorupsi yang menolak beberapa undang-undang yang dinilai tidak demokratis pada penghujung 2019.

Petisi-petisi terkait gerakan #ReformasiDikorupsi terangkum dalam laman reformasidikorupsi-change.org dan berhasil menggalang lebih dari 2,3 juta suara dari total 8 petisi.

“Gerakan sosial terkait demokrasi dan antikorupsi meningkat karena situasi politik di Indonesia yang juga sedang diuji. Mulai dari pergantian masa jabatan wakil rakyat hingga dinamika pemilihan presiden,” ujarnya, dikutip dari siaran pers, Sabtu (18/1/2020).

Salah satu petisi yang paling populer adalah #SemuaBisaKena yang berhasil mendapatkan kemenangan dan dukungan lebih dari 1 juta tanda tangan masyarakat.

Petisi tersebut menjadi salah satu kanal yang digunakan publik untuk menyuarakan gelombang penolakan besar sehingga DPR RI membatalkan RKUHP yang kontroversial.

Petisi mengenai penolakan Revisi UU KPK dan Calon Pimpinan KPK yang dinilai kontroversial dan dapat melemahkan KPK juga banyak mendapat dukungan publik.

“Selain gerakan sosial pada isu demokrasi dan antikorupsi, maraknya kebakaran hutan dan lahan di berbagai daerah juga menjadi perhatian warganet sepanjang tahun 2019,” lanjut Desma.

Desma memerinci, perhatian warganet tersebut dapat dilihat dari respons yang muncul di platform Change.org.

Lebih dari 763 ribu warganet bersuara lewat gerakan kebakaranhutankapanselesai.org, melalui sedikitnya 4 petisi besar yang menyuarakan soal kebakaran hutan di Sumatra dan Kalimantan.

Selain petisi terkait kebakaran hutan, petisi bertema lingkungan hidup juga menjadi perhatian warganet.

Petisi bertema lingkungan berhasil mencapai kemenangan di tahun 2019 antara lain petisi #AwasDigusur yang dimulai Komite Nasional Pembaruan Agraria (KNPA) untuk meminta DPR untuk meninjau ulang draft RUU Pertanahan yang dinilai belum layak disahkan, dan petisi #TolakPLTATampur oleh Koalisi Save Leuser yang menolak rencana pembangunan PLTA Tampur dalam kawasan  ekosistem Leuser.

Irham Hudaya dari Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), bagian Koalisi Save menjelaskan,  dukungan masyarakat pada petisi ini menunjukkan bahwa masyarakat peduli terhadap lingkungan Indonesia dan ingin berpartisipasi dalam pengawalan proses perizinan pembangunan di dalam kawasan hutan yang seringnya lebih banyak dampak buruknya terhadap hidup mereka.

Kategori petisi terpopuler lainnya antara lain tentang hak anak, perlindungan hewan, dan hak asasi manusia.

Misalnya petisi #UntukJonidanJeni, yang dimulai oleh LBH Apik untuk meminta keadilan terhadap pelaku pemerkosaan anak di bawah umur berhasil mencapai kemenangan dengan 398 ribu pendukung.

 Retno Listyarti selaku Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia menyatakan, KPAI mengapresiasi perhatian masyarakat terhadap laporan pelanggaran hak anak.

“Namun harus juga memperhatikan dampak dibukanya identitas korban dan pelaku di media,” tutur Retno.

Selain itu, topik darurat berpendapat terkait UU ITE juga sempat dibahas oleh Anggara Suwahju, selaku Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR).

Petisi yang dibahas adalah  #AmnestiUntukNuril yang menang setelah mendapat 300 ribu dukungan.

"Kalau zaman orde baru kebebasan ditekan lewat senjata, sekarang lewat hukum pidana. Melihat kecenderungan semakin banyak hukum pidana untuk membelenggu kebebasan berekspresi,” lanjut Anggara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper