Kabar24.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Organisasi Tata Kerja (OTK) tidak diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres), melainkan cukup dengan peraturan KPK.
Pelaksana tugas Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan bahwa hal itu mengacu pada ketentuan Pasal 25 ayat (2) dan Pasal 26 ayat (8) UU No. 30/2002 yang isi materinya tidak diubah dalam UU No. 19/2019.
Ali menanggapi hal itu terkait beredarnya informasi draf Rancangan Perpres Organisasi dan Tata Kerja (OTK) KPK.
"Maka KPK berpendapat bahwa hal tersebut cukup diatur dalam Peraturan KPK," kata Ali dalam keterangan resmi, Selasa (7/1/2020).
Adapun pada pasal itu disebutkan bahwa Pasal 25 ayat (2) mengenai ketentuan mengenai prosedur tata kerja Komisi Pemberantasan Korupsi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi
Sejalan dengan itu, Pasal 26 ayat (8) menyebutkan ketentuan mengenai tugas bidang-bidang dan masing-masing subbidang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), dan ayat (7) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi.
"Praktik yang berlaku di Kementerian pun OTK diatur dengan peraturan setingkat Peraturan Menteri," tutur Ali.
Istana sebelumnya menyiapkan tiga Perpres sebagai turunan dari UU No.19/2019 tentang KPK. Ketiganya adalah Perpres Dewan Pengawas KPK, Perpres tentang organisasi KPK serta Perpres yang mengatur perubahan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Adapun salah satu pasal dalam draf rancangan Perpres tentang Organisasi dan Tata Kerja Pimpinan dan Organ Pelaksana Pimpinan KPK disorot aktivis antikorupsi karena posisi pimpinan KPK nantinya berada di bawah dan bertanggungjawab langsung pada Presiden.
Aktivis menganggap hal itu mempertegas KPK bukan lagi sebagai lembaga independen sebab tidak sesuai dengan prinsip UNCAC atau Konvensi PBB Antikorupsi yang mengamanatkan lembaga antikorupsi harus bebas dari pengaruh manapun.