Bisnis.com, JAKARTA - Lebih dari 1.000 warga Hong Kong melakukan aksi damai untuk mendukung etnis Uighur China sembari mengibarkan bendera dan poster Uighur di sebuah distrik keuangan kota.
Aksi solidaritas tersebut menandai demonstrasi terbaru dalam lebih dari enam bulan kerusuhan anti-pemerintah di wilayah itu.
Puluhan polisi berbaris melintasi lapangan umum yang menghadap ke pelabuhan Hong Kong untuk berhadapan dengan para pemrotes yang melemparkan botol-botol kaca dan batu ke arah mereka.
Para pendemo yang tergabung dari kalangan tua dan muda itu terlihat mengibarkan bendera dan poster Uighur dalam aksi mereka.
Dengan mengenakan topeng untuk melindungi identitas, mereka mengangkat poster tanda bertuliskan "Bebaskan Uighur, Bebaskan Hong Kong" dan "otonomi palsu" di Tiongkok menghasilkan genosida ".
Protes itu terjadi setelah pemain tengah Mesut Ozil dari klub sepak bola Inggris Arsenal menyebabkan kehebohan di China. Dia mengkritik kebijakan negara itu terhadap etnis minoritas Muslim di wilayah Xinjiang.
Baca Juga
Ozil, seorang Muslim Jerman asal Turki, dalam kicauannya menyatakan bahwa Uighur adalah "pejuang yang menentang penganiayaan" dan mengkritik keijakan tangan besi China di Xinjiang. Dia juga kecewa karena respon yang relatif lemah dari kalangan umat Islam sebagai tanggapan.
"Saya pikir kebebasan dasar dan kemerdekaan harus ada untuk semua orang, bukan hanya untuk Hong Kong," kata seorang wanita berusia 41 tahun yang bermarga Wong seperti dikutip Reuters, Senin (23/12).
Dia ikut berdemo bersama suaminya.
Para pakar dan aktivis Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan setidaknya 1 juta warga Uighur dan anggota kelompok minoritas Muslim lainnya ditahan di kamp-kamp di Xinjiang sejak 2017.
Penahanan iu dikecam oleh Amerika Serikat dan negara-negara lain.
Beijing menyatakan pihaknya menyediakan pelatihan kejuruan untuk membantu memberantas separatisme dengan mengajarkan keterampilan baru. Hal itu membantah ada perlakuan salah terhadap warga Uighur.
Aksi protes di Hong Kong kini memasuki bulan ketujuh dan banyak penduduk marah karena campur tangan China dalam kebebasan yang dijanjikan kepada bekas koloni Inggris itu setelah kembali ke pemerintahan Cina pada tahun 1997.