Bisnis.com, JAKARTA – Para pejabat AS mengumumkan gencatan senjata dalam perang dagang dengan China, tetapi para ekonom dan pakar perdagangan menyebut sebagian besar kemenangan bagi Beijing.
Perselisihan berkecamuk hampir 2 tahun dengan beberapa upaya gagal mencari resolusi. Bahkan pihak AS sepakat membatalkan tarif yang telah direncanakan dan segera mengembalikan sebagain tarif lainnya tanpa komitmen yang sama dari China untuk menghapus tarif yang diberlakukan pada produk AS.
"Maafkan saya jika saya tidak mengeluarkan sampanye, tetapi selain dari penghentian eskalasi yang terus-menerus, tidak ada banyak hal yang layak untuk dirayakan sebagai kemenangan," kata pakar China terkemuka, Scott Kennedy dalam analisisnya soal kesepakatan dagang seperti dikutip ChannelNewsAsia.com pada Minggu (15/12/2019).
Dia mengatakan biaya yang dikeluarkan sangat besar, sedangkan manfaatnya sedikit dan tidak bertahan lama.
Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR) menyatakan mereka berharap untuk menandatangani perjanjian fase satu pada pekan pertama Januari 2020 dengan poin penting termasuk ketentuan penegakan hukum dan peningkatan perlindungan untuk teknologi AS.
Selain itu, termasuk komitmen China untuk membeli barang dan jasa AS senilai US$200 miliar lebih dari 2 tahun, menurut USTR.
Keputusan itu akan menjadi peningkatan yang signifikan. China mengimpor hanya barang dan jasa senilai US$190 miliar pada 2017, jadi jika targetnya terpenuhi akan mengurangi defisit perdagangan AS dengan China hingga sepertiganya.
Presiden AS Donald Trump telah lama menentang ketidakseimbangan perdagangan dan meyebutnya sebagai bukti China menggunakan kebijakan yang menyimpang untuk mendapatkan keuntungan yang tidak adil.
Trump dalam kicauannya mengatakan Beijing "menyetujui banyak perubahan struktural dan pembelian besar-besaran atas produk pertanian, energi, dan barang-barang manufaktur, ditambah banyak lagi.”
Ketua Aliansi Pabrik AS Scott Paul mengatakan menghapus tarif sama dengan "menghilangkan sebagian besar pengaruh kita”, sedangkan pakar perdagangan Mary Lovely mengatakan kesepakatan itu hanya bisa dipandang sebagai "kemenangan parsial" yang "tidak banyak mengubah keadaan”.