Bisnis.com, JAKARTA — Sekitar 10 tahun lalu, saya harus menjemput Pak Ciputra di Yogyakarta. Waktu itu beliau akan berbicara dalam seminar entrepreneurship yang digelar di Universitas Gadjah Mada. Sebelum ke UGM, kami mampir terlebih dulu ke kantor Harian Jogja yang ketika itu masih berlokasi di daerah Mantrijeron.
“Maaf Pak, nanti naiknya APV ya,” kata saya saat bertemu Pak Ci, sapaan akrab Pak Ciputra, di Bandara Adisucipto.
Maklum, sebagai taipan, tentu Pak Ci sudah terbiasa naik mobil bagus, sedangkan saya hanya ada kendaraan APV (Suzuki APV).
“Eggak apa-apa Bayu. Kita nikmati saja!” kata Pak Ci.
Dan dia pun duduk di kursi depan APV sambil menikmati jalanan Kota Jogja.
Sesampai di kantor Harian Jogja, Pak Ci langsung melihat lukisan besar yang tergantung di dinding kantor. Sebuah lukisan karya pelukis Hendra Gunawan.
Baca Juga
“Palsu ini!” kata Pak Ci sembari menyunggingkan senyumnya.
“Kok tahu Pak?” kata saya.
“Lha, yang asli saya simpan di rumah. Kau harus belajar seni biar tidak asal pasang lukisan,” jawab beliau singkat.
Saya pun tertawa lebar.
Beberapa tahun berikutnya, saya bersama teman-teman harian Bisnis Indonesia mendapat kesempatan mengunjungi beliau di rumahnya yang asri di pinggir lapangan golf Pondok Indah, Jakarta Selatan. Kami disuruh menikmati aneka lukisan di rumah yang seperti museum itu. Banyak banget lukisan dan karya seni yang terpajang di sana.
“Mana yang paling mahal? Jagoan kalau bisa menebak,” tantang Pak Ci kepada kami.
Kami pun saling menunjuk lukisan yang kira-kira paling mahal. Tak ada yang menebak dengan benar. Ternyata lukisan paling kecil yang paling mahal. Saya lupa karya siapa.
Menurut Pak Ci, beliau lagi membangun galeri untuk menampung koleksi lukisan dan hasil karya seni lainnnya. “Biar dapat dinikmati orang banyak.”
Dan jadilah Ciputra Artpreneur Museum yang dibuka akhir Juli 2014. Sekira Agustus 2014, saat menjelang ulang tahunnya, Pak Ci mengajak saya menikmati sejumlah lukisan di museum baru itu.
“Kau harus belajar seni,” katanya lagi, seperti mengulang perkataannya ketika di Jogja dulu.
“Ingat, jangan hanya kerja saja! Dengan seni, kau menyeimbangkan hidup.”
Betul Pak Ci, seni harus kita nikmati. Cuma saya sampai sekarang tidak paham menikmati lukisan seperti halnya beliau. Saya hanya bisa menikmati lagu-lagu campur sari dan menonton ketoprak atau wayang orang.
Terima kasih Pak Ci atas bimbingannya selama ini. Selamat menikmati kehidupan baru bersama Sang Pelukis Agung.