Kabar24.com, JAKARTA — Singkat saja jawaban mantan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Rizal Ramli ketika ditanya pendapat ihwal rencana penunjukan bekas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama sebagai pejabat badan usaha milik negara atau BUMN.
“No comment [tidak ada komentar],” kata Rizal kepada Bisnis.com via pesan instan, Jumat (15/11/2019).
Ketika masih sama-sama menjabat, perseteruan Rizal dengan Basuki alias Ahok pada pertengahan 2016 sudah menjadi konsumsi umum. Rizal pula yang melabeli Ahok sebagai ‘karyawan pengembang’, merujuk sikap Gubernur DKI yang dinilai lebih pro-konglomerat dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta.
Setelah dicopot dari jabatan Menko Maritim, Rizal sempat berniat menggulingkan Ahok lewat pemilihan kepala daerah. Namun, obsesi itu kandas karena Rizal tidak mendapatkan dukungan partai politik.
Ahok akhirnya berhasil dikalahkan oleh Anies Baswedan dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017. Hukuman penjara 2 tahun akibat terbukti menodai agama pun menambah derita bekas Bupati Belitung Timur tersebut.
Meski enggan mengomentari soal Ahok, Rizal membagikan siaran pers anyar dari Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Irres) Marwan Batubara. Isinya adalah penolakan masuknya Ahok ke BUMN dengan berkaca pada dugaan kasus korupsi selama memimpin DKI Jakarta dan Belitung Timur.
PRO-KONTRA
Pro dan kontra tampaknya sudah menjadi bagian hidup seorang figur kontroversial seperti Ahok. Ketika penentangnya datang dengan beragam alasan, barisan pendukung juga tak kalah memberikan pembelaan.
Jika jadi berlabuh di BUMN, penunjukan Ahok bakal menjadikan dirinya kembali ke panggung publik. Apalagi, BUMN yang disebut-sebut disiapkan untuk Ahok adalah perusahaan semacam PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM-ITB) Donald C. Lantu menjelaskan bahwa pemilihan pejabat BUMN selama ini tidak sembarangan. Baik jajaran komisaris apalagi direksi haruslah orang-orang yang memiliki kemampuan manajemen bagus.
“Sehingga bottom line atau profit perusahan bisa ditingkatkan baik secara organik maupun non-organik melalui merger-akuisisi,” katanya saat dihubungi Bisnis.com, Jumat.
Mengamati rekam jejaknya, Donald mengatakan Ahok memang memiliki pengalaman bekerja di perusahaan setelah lulus dari Program Studi Teknik Geologi Universitas Trisakti. Namun, dia banting setir ke dunia politik sejak 2004 yang membuat namanya melambung di seantero negeri.
Meski minim pengalaman mengelola perusahaan besar, Donald meyakini bahwa rencana penempatan Ahok di BUMN telah mempertimbangkan kemampuan manajerial dan kepemimpinan. Kelebihan Ahok, menurut dia, telah terekam selama mengepalai Pemprov DKI Jakarta dalam kurun 2014-2017.
Donald menjelaskan bahwa kekuatan pertama Ahok adalah kemampuan membuat sistem agar organisasi berjalan dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan pengalaman Ahok di Pemprov DKI Jakarta membangun sistem performa manajemen, standar operasional prosedur, dan penerapan sistem digital.
Kelebihan kedua Ahok, tambah Donald, adalah kemampuan membangun budaya berbasis kinerja. Selama memimpin Pemprov DKI Jakarta, Ahok dinilai dapat mendorong bawahan berperilaku berdasarkan budaya tersebut.
“Ini sebagaimana budaya kinerja yang terlihat di perusahan besar seperti Unilever atau Telkom,” ujarnya.
Sistem dan kinerja yang dibangun Ahok sempat menuai apresiasi dari publik. Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada Oktober 2016 menunjukkan 61% masyarakat DKI Jakarta menilai pemerintahan berjalan baik dan sangat baik.
Tingkat kepuasan warga terhadap kinerja keseluruhan Ahok mencapai 75%. Pelayanan di kecamatan dan kelurahan bahkan memuaskan 90% warga DKI Jakarta.
Meski demikian, seperti sudah dicatat sejarah, Ahok toh tidak mampu mempertahankan kekuasaannya. Hanya 42% warga yang menghendaki pria berdarah Tionghoa itu memimpin DKI Jakarta, mayoritas menginginkan Anies Baswedan.
PAS DIRUT
Dengan rekam jejaknya itu, publik pun menebak-nebak BUMN mana yang bakal dinakhodai oleh Ahok. Tambah penasaran lagi, posisi apa yang dipegang, direktur utama atau komisaris utama.
Spekulasi terus mengemuka karena Presiden Joko Widodo memiliki kebiasaan menempatkan seseorang tidak sesuai dengan ekspektasi publik. Penunjukan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim dan Menteri Agama Fachrul Razi adalah segelintir contoh saja.
Di antara banyak opsi BUMN, Donald C. Lantu memprediksi bahwa Ahok bakal ditempatkan di Pertamina. Menurut dia, Jokowi terobsesi menjadikan Pertamina sebagai perusahaan kelas dunia. Untuk itu, perusahaan migas tersebut harus dikendalikan oleh figur yang tepat.
“Jokowi ingin [penunjukan Ahok] ini sebagai proyek mercusuar agar Pertamina lebih besar, bisa mengalahkan perusahaan Malaysia Petronas,” ujarnya.
Di mata Jokowi, tambah Donald, kekurangan Pertamina dapat ditutupi dengan kekuatan Ahok membangun sistem dan budaya kinerja. Jika spekulasi itu benar, dia berpendapat Ahok malah lebih tepat diplot sebagai direktur utama.
Pasalnya, perubahan sistem dan budaya mesti dilakukan oleh dewan direksi yang mengelola operasional perusahaan. Bila hanya duduk di jajaran dewan komisaris, ruang gerak Ahok lebih terbatas.
Donald memprediksi Ahok disiapkan menyelesaikan permasalahan mendasar di Pertamina dalam kurun 2-3 tahun. Andaikata berhasil melakukan transformasi sistem dan budaya, Pertamina bisa kembali dipimpin oleh eksekutif perusahaan yang memiliki kemampuan manajemen strategis dan finansial.
“Ahok ini bagian bersih-bersih saja 2-3 tahun. Ini perkiraan saya,” katanya.