Bisnis.com, JAKARTA – Aksi bom bunuh diri di Polrestabes Medan, Rabu (13/11/2019) membuat banyak orang terperangah. Bukan hanya atas serangan tersebut, melainkan juga pada usia pelaku aksi bunuh diri.
RMN, sang pelaku, masih tergolong muda. Berdasar data kependudukan pelaku kelahiran 1995 alias baru berusia 24 tahun. Usia pelaku menunjukkan bahwa ia masuk dalam kelompok generasi Centennial atau Generasi Z atau ada juga yang menyebut sebagai Generasi Micin. Mestinya, angka 24 menunjukkan usia produktif, bukan usia destruktif.
Terperosoknya seorang yang berusia muda dalam aksi bom bunuh diri menimbulkan pertanyaan “kata-kata sakti” atau "kata-kata kunci" apa yang bisa membuat anak-anak muda di usia ini mau menjadi bomber seperti pada kasus di Polrestabes Medan?
Pengamat terorisme Al-Chaidar menyebut "jihad", "bisa menghapus dosa", dan "menyelamatkan keluarga" menjadi kata-kata atau kalimat kunci yang bisa membuat anak-anak muda terpesona.
“Thoghut juga,” ujar Al Chaidar, Rabu (13/11/2019) malam kepada Bisnis.com.
Meski begitu, Al-Chaidar menegaskan bahwa “jihad” menjadi kata kunci yang paling sentral.
Selain kata-kata kunci di atas, pengamat Gerakan Islam Revivalisme dari Pusat Kajian Komunikasi dan Keindonesiaan Fahlesa Munabari menambahkan, “bidadari di surga" juga bisa menjadi kalimat kunci.
Lebih dari itu, mMenurut Fahlesa, aksi-aksi bom bunuh diri bisa dilakukan karena alasan ideologi berikut janji-janji dengan untaian kata-kata kunci di atas.
“Kalau ideologi sudah meresap, maka apa pun bisa dilakukan,” ujar Fahlesa.
“Ketika pemahaman agama disampaikan secara salah kepada orang yang rentan, maka mudah sekali terjadi aksi bom bunuh diri,” lanjut Mantan Dekan FISIP Universitas Budi Luhur itu mengomentari aksi bunuh diri di Polrestabes Medan.
“Kategori rentan di sini termasuk orang-orang yang masih muda dan lemah iman atau lemah pemahamannya secara benar soal agama,” urai Fahlesa.
Al-Chaidar dan Fahlesa sepakat, perlu sejumlah langkah untuk menetralisir pengaruh-pengaruh yang membawa anak-anak muda menjadi pelaku bom bunuh diri. Hal itu mulai dari tindakan pencegahan hingga “detoksifikasi” pikiran-pikiran destruktif, termasuk yang menghalalkan aksi bom bunuh diri.