Bisnis.com, JAKARTA - Terdakwa Bowo Sidik Pangarso bersumpah bahwa dirinya menerima sejumlah uang dari mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sofyan Basir.
Hanya saja, dia kecewa pada jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran tidak menyebut nama Sofyan Basir di surat tuntutannya sebagai salah satu pihak yang memberikan gratifikasi.
Terlebih, dia telah memaparkan sejumlah pihak yang memberikan gratifikasi selama proses persidangan termasuk dari Sofyan Basir.
"Semuanya [saya sebutkan]. Saya katakan apa adanya, sumpah demi Allah Rasulullah," kata dia.
Selain Sofyan, di persidangan juga Bowo telah mengaku menerima uang dari politikus Demokrat Muhammad Nasir. Namun, dia kecewa KPK tidak bisa menghadirkan Nasir untuk memberikan kesaksian.
Selain itu, dia juga kecewa lantaran jaksa tidak menghadirkan mantan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita untuk memberi kesaksian.
"Saya sebut semuanya. Sofyan Basir, Nasir, semua saya sebutkan fakta itu. Tapi apa? Jaksa KPK tidak bisa menghadirkan beliau-beliau di persidangan saya," kata dia.
"Artinya fakta persidangan tidak bisa dihadirkan oleh penuntut umum. Saya sangat kecewa, saya sudah menyampaikan apa adanya, sebenar-benarnya," tuturnya.
Bowo juga mengaku telah secara terus terang memberikan pernyataan yang telah tertuang di dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Namun, pengakuannya itu tidak dimanfaatkan oleh jaksa di persidangan.
Terlebih, dia mengaku pernah ada seseorang yang memintanya untuk menarik BAP meskipun pada akhirnya dia tolak. Hanya saja, dia tidak mau menyebutkan siapa orang yang dimaksud.
"Saya pernah diminta untuk menarik BAP saya. Tapi, saya tidak mau karena benar adanya itu," ujarnya.
Sementara itu, jaksa KPK Ikhsan Fernandi menjelaskan soal alasan tidak merinci nama-nama pemberi gratifikasi kepada Bowo Sidik. Menurut jaksa, pembuktian soal gratifikasi di atas Rp10 juta dibebankan pada terdakwa Bowo Sidik.
"Pembuktian gratifikasi dari terdakwa, kan, yang di atas Rp10 juta tadi sudah dikatakan sebab kalau dari keterangan, keterangan terdakwa sendiri yang menyebutkannya," kata dia.
Hal tersebut menurutnya sudah berdasarkan Pasal 12 B dan Pasal 12 C UU Tipikor yang mengatur tentang gratifikasi.
"Jadi kami untuk pembuktiannya kita tidak menyebutkan uang yang ditemukan, karena para pemberi, kan, tidak mengaku," tutur dia.
Dalam persidangan sebelumnya, Bowo mengaku menerima uang dari Sofyan Basir senilai 200 ribu dolar Singapura yang diterima di Plaza Senayan saat makan malam.
"Kita ngobrol-ngobrol kemudian dia memberikan itu Pak, uang kepada saya. Ya setelah saya buka di kendaraan isinya 200 ribu dolar Singapura itu, Pak," katanya kepada jaksa KPK di Pengadian Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (23/10/2019).
Bowo menerangkan bahwa pada saat penerimaan uang itu, posisi Sofyan adalah sebagai direktur utama PT PLN, sedangkan dirinya duduk sebagai anggota Komisi VI DPR.
Hanya saja, Bowo tidak menjabarkan lebih jauh terkait tujuan pemberian uang dari Sofyan.
Penerimaan lain adalah dari Muhammad Nasir, politikus Demokrat yang juga duduk sebagai anggota DPR saat itu, terkait dengan Dana Alokasi Khusus (DAK) Kabupaten Meranti.
Bowo mengaku menerima 250 ribu dolar Singapura atau setara Rp2,5 miliar. Dia mengaku bahwa penerimaan uang itu saat mengemban tugas sebagai anggota Badan Anggaran.
Menurut Bowo, M. Nasir datang menemuinya bersama dengan seseorang bernama Jesica.
"Dia minta tolong bagaimana kalau dia dibantu Kabupaten Meranti untuk dapat alokasi DAK," kata Bowo.
Lantas, Bowo pun menyarankan agar mereka bertemu dengan Eka Satra yang juga anggota DPR Fraksi Golkar saat itu. Menurut penuturan Bowo, Eka mengurus anggaran tersebut.
"Eka yang ngurus itu sampai bisa dana tersebut cair. Nah, setelah [Kabupaten] Meranti dapat alokasi itu, Jesica bersama Nasir datang ke ruangan saya memberikan uang Singapura yang kalau dirupiahkan kurang lebih Rp2,5 miliar," katanya.
Terdakwa Bowo Sidik Pangarso sebelumnya dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.
Jaksa menyakini mantan anggota DPR Komisi VI fraksi Golkar itu terbukti menerima suap terkait dengan sewa menyewa kapal antara PT Pupuk Indonesia Logistik dan PT Humpuss Transportasi Kimia serta penerimaan gratifikasi dari sejumlah pihak.
Bowo juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp52.095.965 dengan ketentuan apabila tidak membayar dalam waktu 1 bulan setelah berkekuatan hukum tetap maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Tak hanya itu, jaksa juga menuntut pencabutan hak politik Bowo selama 5 tahun setelah menjalani masa hukuman pokok.