Bisnis.com, JAKARTA -- Bank Sentral Singapura mengisyaratkan siap untuk menyesuaikan kebijakan moneter lebih lanjut setelah pelonggaran yang dilakukan untuk pertama kalinya sejak 2016 pada Senin (14/10/2019), karena risiko terhadap prospek pertumbuhan ekonomi.
Otoritas Moneter Singapura (MAS), yang menggunakan nilai tukar sebagai alat kebijakan utamanya, mengurangi sedikit tingkat apresiasi mata uang dan mengatakan siap untuk mengkalibrasi ulang kebijakan moneter jika prospek inflasi dan pertumbuhan melemah secara signifikan.
Data yang dirilis pada hari ini menunjukkan bahwa ekonomi Singapura nyaris terjatuh ke dalam resesi pada kuartal ketiga, tetapi MAS tetap kecewa tentang prospek pertumbuhan dan inflasi yang tetap jinak.
Perang perdagangan AS-China telah membebani negara yang bergantung pada ekspor, dengan manufaktur yang menanggung beban paling berat.
"Kami pikir kalimat terakhir dalam pernyataan, bahwa MAS siap untuk mengkalibrasi ulang kebijakan moneter jika prospek inflasi dan pertumbuhan melemah secara signifikan, menggambarkan niat bank sentral," kata Terence Wu, ahli strategi mata uang di Oversea-Chinese Banking Corp, Singapura, dikutip melalui Bloomberg, Senin (14/10/2019).
Dia menambahkan, untuk saat ini mereka tidak mengesampingkan potensi pelonggaran, bahkan kemungkinan mencapai nol, di pertemuan berikutnya.
Dolar Singapura menguat sebesar 0,4% menjadi 1,3679 dolar Singapura terhadap dolar AS. Sementara itu indeks Straits Times naik 0,5% pada pukul 10:15 di Singapura.
Keputusan kebijakan pelonggaran moneter diprediksi oleh 14 dari 22 ekonom yang disurvei Bloomberg, dengan sisanya memproyeksikan langkah yang lebih agresif ke postur apresiasi nol untuk pita mata uang.
MAS menahan kebijakan suku bunga pada bulan April setelah pengetatan 2 kali tahun lalu.
Ekonom Bloomberg untuk kawasan Asean, Tamara Mast, mengatakan bahwa jika AS dan China dapat menghindari kenaikan tarif lebih lanjut, MAS diperkirakan menunda kebijakan pada pertemuan berikutnya, yang dijadwalkan secara rutin pada April dan Oktober setiap tahun.
Namun, eskalasi lebih lanjut mungkin mendorong pelonggaran.
"Tanda-tanda gencatan senjata baru-baru ini dalam perang dagang AS-China mungkin telah menggerakkan bank sentral untuk mempertahankan sedikit amunisi kebijakan, daripada “all-in” dengan pengurangan batas mata uangnya menjadi nol," kata Mast.
Bankir bank sentral secara global mengambil sikap yang lebih dovish karena ketegangan perdagangan membebani pertumbuhan dan kelemahan manufaktur mengancam dampak serupa pada sektor jasa.
Di Singapura, pihak berwenang telah mengambil pendekatan bertahap. Mereka memantau risiko dan mengawasi indikator pasar tenaga kerja yang sejauh ini tetap solid.
Pembacaan awal data produk domestik bruto menunjukkan ekonomi Singapura tumbuh 0,6% pada kuartal ketiga dari kuartal sebelumnya, rebound dari kontraksi 2,7%.
Perkiraan median dalam survei ekonom Bloomberg untuk pertumbuhan sebesar 1,2%. Dibandingkan dengan tahun lalu, PDB naik 0,1%, tidak berubah dari kuartal kedua.
"Pertumbuhan Singapura diperkirakan akan meningkat secara moderat tahun depan, meskipun proyeksi ini bergantung pada ketidakpastian yang cukup besar di lingkungan eksternal," kata MAS.
Pertumbuhan PDB kemungkinan akan berada di sekitar titik tengah kisaran perkiraan 0%-1% pada 2019. Kesenjangan output telah berubah sedikit negatif dan diperkirakan berlanjut hingga 2020.
Inflasi inti diperkirakan berada di batas bawah kisaran 1%-2% pada 2019 dan rata-rata 0,5% -1,5% pada 2020.