Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perkara Wanprestasi, Citilink Gugat Sriwijaya Air

PT Citilink Indonesia menggugat PT Sriwijaya Air dan PT NAM Air atas perkara wanprestasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Penumpang berjalan di dekat pesawat Citilink Indonesia di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, Sumatra Selatan, Senin (4/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
Penumpang berjalan di dekat pesawat Citilink Indonesia di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II, Palembang, Sumatra Selatan, Senin (4/3/2019)./Bisnis-Felix Jody Kinarwan

Bisnis.com, JAKARTA - PT Citilink Indonesia menggugat PT Sriwijaya Air dan PT NAM Air atas perkara wanprestasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Anak usaha PT Garuda Indonesia (persero) Tbk. itu melayangkan gugatan karena Sriwijaya (tergugat 1) dinilai melakukan wanprestasi atas perjanjian kerja sama pengelolaan manajemen di antara keduanya.

Gugatan itu sudah diajukan Citilink Indonesia ke pengadilan pada 25 September 2019 dengan perkara No. 582/Pdt.G/2019/PN Jkt.Pst.

Dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP), Citilink menilai wanprestasi yang dilanggar oleh Sriwijaya dan NAM Air terkait pasal 3 butir 1 dan pasal butir 5 butir 2 atas perjanjian No. CITILINK/JKTSDQG/AMAND-I/6274/1118 tanggal 19 November 2018.

Lebih lanjut perjanjian itu berdasarkan amandemen II perjanjian Kerja Sama Pengelolaan Manajemen No. CITILINK/JKTDSQG/AMAND-II/6274/0219 tanggal 27 Februari 2019 dan amanademen III perjanjian Kerja Sama Pengelolaan Manajemen No. CITILINK/JKTDSQG/AMAND-III/6274/0319 tanggal 4 Maret 2019.  

Corporate Communication Citilink Farin mengiyakan atas gugatan Citilink Indonesia kepada Sriwijaya Air dan NAM Air tersebut.

Dia juga membenarkan gugatan tersebut terkait dengan Kerja Sama Manajemen (KSM) pada 19 November 2018 lalu. "Iya betul [KSM antara Citilink Indonesia dan Sriwijaya Air]," kata Farin kepada Bisnis, Senin (30/9/2019).

Hingga berita ini diturunkan, Senior Manager of Corporate Communications Sriwijaya Air Retri Maya tidak merespon konfirmasi dari Bisnis tentang gugatan yang dialami pihaknnya tersebut.

Selain perkara No. 582, Citilink sudah mengajukan terlebih dahulu gugatan kepada Sriwijaya Air dan NAM Air dengan perkara No. 574/Pdt.G/2019/PN Jkt.Pst pada 19 September 2019.

Dibandingkan dengan gugatan perkara No. 582, di dalam gugatan No. 574 tersebut Citilink menuntut pengadilan supaya menghukum tergugat membayar uang paksa (dwangsom) kepadanya sebanyak Rp5 juta setiap hari keterlambatan apabila tergugat lalai memenuhi isi keputusan hakim berkekuatan hukum tetap atau incraht.

Sengketa hukum antara Citilink dengan Sriwijaya Air itu bermula ketika kedua belah pihak menjalin KSM pada 9 November 2018 dengan tujuan anak usaha Garuda Indonesia itu mengambil langkah strategis mengelola operasional dua maskapai tersebut.

Dari catatan Bisnis, Direktur Utama Garuda I Gusti Askhara Danadiputra atau Ari Askhara mengatakan bahwa KSM antara keduanya untuk membantu Sriwijaya group memperbaiki kinerja operasi dan kinerja keuangan termasuk membantu memenuhi komitmen atau kewajiban mereka terhadap pihak ketiga yang diantaranya ada pada lingkungan Garuda Indonesia Group.

Dia mengatakan, kerjasama tersebut memberikan dampak positif yaitu Citilink dapat memperluas segmen pasar, jaringan, kapasitas dan kapabilitasnya.

Dalam perjalanan waktu KSM tersebut diimplementasikan pada 10 Desember 2018 dengan pelantikan jajaran komisaris dan direksi yang baru. Adapun direksi tersebut diisi 7 orang yakni lima dari Garuda Indonesia dan 2 pihak Sriwijaya Air.

Selain itu, di jajaran komisaris, Sriwijaya menempatkan empat komisaris dan Garuda Indonesia menempatkan tiga orang.

Dari KSM tersebut, kinerja Sriwijaya Air membaik dari 2018 mengalami kerugian sebesar Rp1,6 triliun dan berubah positif pada  kuartal I/2019 ini.

Celakanya lagi, KSM itu kini menjadi diselidiki oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Menurut KPPU, KSM itu memiliki potensi pelanggaran UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dari catatan Bisnis, juru Bicara KPPU Guntur Saragih mengatakan, KSO itu menimbulkan dampak Garuda Indonesia Group mengendalikan Sriwijaya karena adanya rangkap jabatan di antara jajaran direksi dan komisaris di Garuda Indonesia dan Sriwijaya.

“Ada dugaan kartel harga tiket pesawat. KSO [Sriwijaya dan Garuda Indonesia] bukan persaingan harga tetapi Garuda Indonesia mengendalikan Sriwijaya termasuk dengan rangkap jabatan itu,” kata Guntur.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Akhirul Anwar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper