Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS Berencana Hapus Perusahaan China yang sudah Terdaftar di Bursa AS

Pemerintahan AS sedang mempertimbangkan penghapusan perusahaan-perusahaan China dari bursa saham AS yang akan menjadi sentimen eskalasi perdagangan AS dan China di tengah rencana pertemuan negosiasi perdagangan antara kedua negara pada awal Oktober mendatang.
Bursa Saham AS/Reuters
Bursa Saham AS/Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintahan AS sedang mempertimbangkan penghapusan perusahaan-perusahaan China dari bursa saham AS yang akan menjadi sentimen eskalasi perdagangan AS dan China di tengah rencana pertemuan negosiasi perdagangan antara kedua negara pada awal Oktober mendatang.

Menurut sumber Reuters yang tidak ingin disebut namanya, langkah tersebut akan menjadi bagian dari upaya yang lebih luas untuk membatasi investasi AS di perusahaan China yang dimotivasi oleh kekhawatiran keamanan administrasi Presiden AS Donald Trump tentang kegiatan perusahaan AS.

Sebelumnya, pada Juni lalu, anggota parlemen AS memperkenalkan RUU untuk memaksa perusahaan China yang terdaftar di bursa saham AS untuk tunduk kepada pengawasan peraturan, termasuk menyediakan akses ke audit, atau menghadapi delisting.

Namun, otoritas China telah lama enggan membiarkan regulator di luar negeri memeriksa perusahaan akuntansi lokal.

"Pemerintah China seharusnya tidak lagi diizinkan untuk melindungi perusahaan China yang terdaftar di AS dari mematuhi hukum dan peraturan AS untuk transparansi dan akuntabilitas keuangan," kata Senator Republik Marco Rubio seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (28/9/2019).

Sebagai informasi, hingga Februari 2019 sebanyak 156 perusahaan China telah terdaftar di NASDAQ dan New York Stock Exchange, termasuk setidaknya 11 perusahaan milik negara.

NYSE, Nasdaq, MSCI, S&P, dan FTSE Russell tidak segera merespon terhadap rencana pemerintah AS tersebut untuk menghapus perusahaan asal China yang telah terdaftar di bursa AS.

Adapun, mata uang yuan China yang diperdagangkan di pasar lepas pantai, jatuh terhadap dolar AS mendekati titik terlemahnya dalam sekitar tiga minggu setelah berita tersebut keluar.

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper