Bisnis.com, JAKARTA -- Sebuah laporan yang disusun oleh McKinsey Global Institute menyimpulkan bahwa Asia diproyeksikan untuk menjadi pusat ekonomi dunia dan berpotensi mengumpulkan lebih dari setengah produk domestik bruto global pada 2040.
Secara khusus, ekonomi yang beragam di Asia Tenggara akan memainkan peran kunci dalam integrasi ini dan mendorong fase pertumbuhan berikutnya.
Penelitian ini menemukan bahwa ekonomi Asia semakin terintegrasi. Misalnya, 60% barang yang diperdagangkan oleh ekonomi Asia berada di kawasan yang sama serta 71% investasi Asia di bidang startup, 59% dari investasi asing langsung, dan 74% perjalanan yang dilakukan oleh pelancong Asia.
Di Asia Tenggara, ikatan ekonomi terintegrasi erat dalam berbagai ekonomi Asean, secara rata-rata aliran intraregional di kawasan ini sebesar 79%.
Kaushik Das, managing partner McKinsey & Company di Asia Tenggara mengatakan bahwa perubahan global ke arah intensitas perdagangan yang lebih rendah dan perdagangan jasa yang lebih banyak terjadi lebih cepat di Asia daripada di tempat lain.
Dapat dikatakan, hal ini menempatkan Asia di barisan depan fase baru globalisasi: lokalisasi dan regionalisasi.
"Tidak ada efek serupa yang terlihat lebih jelas daripada di seluruh Asia Tenggara, dan ekonomi Asean khususnya, yang dengan cepat berintegrasi, mengembangkan jaringan dinamis dari industri ke inovasi dan arus manusia, sehingga membantu menempatkan Asia pada pijakan yang kuat untuk pertumbuhan di masa depan," kata Das, seperti dikutip melalui laporan MGI, Jumat (20/9/2019).
Bangkitnya Asia ke signifikansi global terlihat jelas dalam indikator ekonomi utama. Pada 2000, Asia menyumbang 32% dari PDB global berdasarkan paritas daya beli.
Pangsa ini meningkat menjadi 42% pada 2017 dan diperkirakan akan mencapai 52% pada 2040.
Ekonomi Asean bersama-sama membentuk ekonomi senilai US$3 triliun yang tumbuh lebih cepat dari rata-rata global dan diproyeksikan akan menjadi ekonomi terbesar ke-4 di dunia pada 2050.
Dalam hal PDB riil, dibandingkan dengan rasio global pangsa Asia tercatat mencapai 34% pada 2017, dan diperkirakan akan mencapai 46% pada 2040.
"Asia adalah wilayah yang sangat beragam. Kami melihat ada empat negara Asia yang saling melengkapi dan terintegrasi dengan satu sama lain. Hubungan ini dapat menjadi kekuatan perekan untuk ekonomi kawasan Asia secara keseluruhan," tulis laporan MGI.
Singapura memiliki kekuatan dalam bidang teknologi dan likuiditas modal, di mana negeri singa ini tercatat memiliki FDI keluar sebesar US$1 triliun pada 2013-2017, yang merupakan 54% dari total arus keluar FDI regional.
Di kawasan Asia, China berperan sebagai jangkar ekonomi dan bertindak sebagai platform terhadap konektivitas dan inovasi untuk ekonomi negara tetangga. China juga menjadi penyandang dana utama bagi kawasan ini.
Sementara itu, Emerging Asia, yang mencakup negara-negara di Asia Tenggara, adalah kelompok ekonomi berkembang yang relatif kecil dan sangat beragam.
Dengan jumlah populasi gabungan mencapai 641 juta jiwa, ekonomi di kawasan ini menyediakan tenaga kerja dan memberi dukungan pada pertumbuhan ekonomi bersamaan dengan peningkatan konsumsi dan produktivitas.
Adapun, negara-negara yang berada di perbatasan Asia dan India adalah ekonomi yang secara historis memiliki tingkat integrasi yang rendah dengan ekonomi Asia yang lain.
Negara tersebut merupakan produsen utama industri jasa, terutama India, dan kini semakin banyak dari mereka yang bergerak ke bidang manufaktur, seperti Bangladesh.
Meningkatnya arus kegiatan antara empat negara di Asia tersebut menciptakan sebuah jaringan baru yang kuat. Tiga di antaranya jaringanindustrialisasi, inovasi, dan budaya serta mobilitas, membantu memperkuat arus tersebut serta konektivitas antar negara.
Penelitian ini menemukan bahwa ekonomi Asia semakin terintegrasi. Misalnya, 60% barang yang diperdagangkan oleh ekonomi Asia berada di kawasan yang sama serta 71% investasi Asia di bidang startup, 59% dari investasi asing langsung, dan 74% perjalanan yang dilakukan oleh pelancong Asia.
Di Asia Tenggara, ikatan ekonomi terintegrasi erat dalam berbagai ekonomi Asean, secara rata-rata aliran intraregional di kawasan ini sebesar 79%.
Kaushik Das, managing partner McKinsey & Company di Asia Tenggara mengatakan bahwa perubahan global ke arah intensitas perdagangan yang lebih rendah dan perdagangan jasa yang lebih banyak terjadi lebih cepat di Asia daripada di tempat lain.
Dapat dikatakan, hal ini menempatkan Asia di barisan depan fase baru globalisasi: lokalisasi dan regionalisasi.
"Tidak ada efek serupa yang terlihat lebih jelas daripada di seluruh Asia Tenggara, dan ekonomi Asean khususnya, yang dengan cepat berintegrasi, mengembangkan jaringan dinamis dari industri ke inovasi dan arus manusia, sehingga membantu menempatkan Asia pada pijakan yang kuat untuk pertumbuhan di masa depan," kata Das, seperti dikutip melalui laporan MGI, Jumat (20/9/2019).
Bangkitnya Asia ke signifikansi global terlihat jelas dalam indikator ekonomi utama. Pada 2000, Asia menyumbang 32% dari PDB global berdasarkan paritas daya beli.
Pangsa ini meningkat menjadi 42% pada 2017 dan diperkirakan akan mencapai 52% pada 2040.
Ekonomi Asean bersama-sama membentuk ekonomi senilai US$3 triliun yang tumbuh lebih cepat dari rata-rata global dan diproyeksikan akan menjadi ekonomi terbesar ke-4 di dunia pada 2050.
Dalam hal PDB riil, dibandingkan dengan rasio global pangsa Asia tercatat mencapai 34% pada 2017, dan diperkirakan akan mencapai 46% pada 2040.
"Asia adalah wilayah yang sangat beragam. Kami melihat ada empat negara Asia yang saling melengkapi dan terintegrasi dengan satu sama lain. Hubungan ini dapat menjadi kekuatan perekan untuk ekonomi kawasan Asia secara keseluruhan," tulis laporan MGI.
Singapura memiliki kekuatan dalam bidang teknologi dan likuiditas modal, di mana negeri singa ini tercatat memiliki FDI keluar sebesar US$1 triliun pada 2013-2017, yang merupakan 54% dari total arus keluar FDI regional.
Di kawasan Asia, China berperan sebagai jangkar ekonomi dan bertindak sebagai platform terhadap konektivitas dan inovasi untuk ekonomi negara tetangga. China juga menjadi penyandang dana utama bagi kawasan ini.
Sementara itu, Emerging Asia, yang mencakup negara-negara di Asia Tenggara, adalah kelompok ekonomi berkembang yang relatif kecil dan sangat beragam.
Dengan jumlah populasi gabungan mencapai 641 juta jiwa, ekonomi di kawasan ini menyediakan tenaga kerja dan memberi dukungan pada pertumbuhan ekonomi bersamaan dengan peningkatan konsumsi dan produktivitas.
Adapun, negara-negara yang berada di perbatasan Asia dan India adalah ekonomi yang secara historis memiliki tingkat integrasi yang rendah dengan ekonomi Asia yang lain.
Negara tersebut merupakan produsen utama industri jasa, terutama India, dan kini semakin banyak dari mereka yang bergerak ke bidang manufaktur, seperti Bangladesh.
Meningkatnya arus kegiatan antara empat negara di Asia tersebut menciptakan sebuah jaringan baru yang kuat. Tiga di antaranya jaringanindustrialisasi, inovasi, dan budaya serta mobilitas, membantu memperkuat arus tersebut serta konektivitas antar negara.