Bisnis.com, JAKARTA -- Ketegangan pada ekonomi Hong Kong pascaaksi unjuk rasa yang berlangsung selama 3 bulan terakhir semakin meningkat dengan pelemahan tajam pada beberapa indikator pada Juli dan Agustus.
Pelemahan khususnya terlihat pada sentimen bisnis kecil dan menengah yang turun ke rekor terendah pada bulan lalu bersamaan dengan penurunan indeks manajer pembelian.
Meskipun data resmi belum tersedia, seperti dilansir melalui Bloomberg, pemerintah Hong Kong memperkirakan bahwa jumlah kedatangan pengunjung kemungkinan turun sekitar 40% pada Agustus.
Di sisi lain, dana tersimpan masih tetap stabil, menandakan bahwa sistem keuangan masih aman setidaknya untuk saat ini.
Ekonom di Bloomberg Economics, Qian Wan, yang berbasis di Hong Kong mengatakan bahwa akan butuh waktu lama untuk ekonomi kembali ke posisi awal sebelum terjadinya penurunan, bahkan jika aksi protes mereda.
"Kepercayaan diri pasar telah terguncang. Ekonomi kemungkinan akan menghadapi tantangan yang lebih besar dari pelemahan pesanan dari daratan China dan perlambatan pertumbuahan global," ujarnya seperti dikutip melalui Bloomberg, Selasa (17/9/2019).
Pada kuartal kedua tahun ini, ketika dampak dari aksi unjuk rasa cukup ringan, ekonomi Hong Kong merosot sebesar 0,4% dari kuartal sebelumnya.
Sejak itu, aksi demonstrasi telah menyebar di seluruh wilayah, mengganggu lalu lintas, melumpuhkan kawasan perbelanjaan, wisata hingga menutup bandara di kota itu.
Para ekonom memperkirakan data ekonomi untuk kuartal ketiga akan mengonfirmasi ancaman resesi, berdasarkan definisi teknis di mana kontraksi ekonomi terjadi selama 2 kuartal berturut-turut.
Untuk sepanjang 2019, pemerintahan Carrie Lam mengharapkan pertumbuhan akan berada pada kisaran 0%-1% secara tahunan, tetapi beberapa analis memperkirakan proyeksi tersebut akan menyusut.
"Ketika Anda mengalami pertumbuhan yang tinggi selama bertahun-tahun, dan sekarang ada hambatan, maka penurunannya juga akan menyebabkan kerugian yang sangat dalam," ujar Kevin Lai, kepala ekonom untuk kawasan Asia, selain Jepang, di Daiwa Capital Markets, seperti dikutip melalui Reuters.