Bisnis.com, JAKARTA -- Pemimpin eksekutif Hong Kong Carrie Lam berjanji memprioritaskan perumahan dan kesejahteraan masyarakat sebagai upaya meredam gelombang ketidakpuasan yang mengurung kota pelabuhan itu selama beberapa bulan terakhir.
Dalam unggahan di akun Facebook resminya, seperti dilansir Reuters pada Jumat (13/9/2019), mengakui dirinya berniat mengundurkan diri jika memiliki pilihan karena telah memicu krisis politik di Hong Kong. Dia pun menyampaikan pemerintah setempat bakal meningkatkan suplai rumah dan meluncurkan sejumlah kebijakan pendukung.
Pernyataan Lam disampaikan menjelang aksi protes lanjutan untuk pekan ke-15, pada akhir pekan ini. Meski dia telah mencabut RUU Ekstradisi secara resmi, tapi para pengunjuk rasa dan aktivis menilai langkah tersebut tidak cukup. Banyak generasi muda Hong Kong yang tidak puas atas biaya hidup yang tinggi dan minimnya prospek lapangan kerja.
Hong Kong memang sudah lama menempati daftar teratas kota termahal dunia untuk urusan properti. Hal ini membuat anak-anak muda Hong Kong memandang kebijakan properti yang berlaku tidak adil dan hanya menguntungkan orang-orang kaya, sehingga memaksa mereka untuk tinggal bersama orang tua atau menyewa apartemen yang sangat kecil dengan biaya tinggi.
Pada akhir pekan ini, para aktivis berencana berkumpul di luar Konsulat Inggris untuk mendesak China menghormati Sino-British Joint Declaration yang diteken pada 1984. Deklarasi bersama itu menjadi dasar perencanaan masa depan Hong Kong usai diserahkan oleh Inggris ke China pada 1997.
Sejak penyerahan tersebut 22 tahun lalu, Hong Kong menganut One Country, Two Systems yang mengacu ke Beijing.
Baca Juga
Aksi protes yang masih belum menunjukkan indikasi mereda ini juga mulai berpengaruh terhadap perekonomian Hong Kong dan posisinya sebagai salah satu hub finansial dunia.