Kabar24.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lagi-lagi menyoroti tata kelola perusahaan pelat merah, menyusul ditetapkannya Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III (Persero) Dolly Pulungan sebagai tersangka suap distribusi gula.
Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif mengatakan bahwa seluruh perusahaan pelat merah atau BUMN yang memiliki aset Rp8.000 triliun atau tiga kali lipat jauh lebih besar dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN) yang mencapai Rp2.450 triliun, seharusnya dapat memperbaiki tata kelola tiap perusahaan.
Menurut Laode, perusahaan BUMN dinilai harus menjadi contoh bagi pelaksanaan tata kelola korporasi yang baik. Terlebih, mencontohkan kepada swasta yang juga bersinggungan dengan konflik kepentingan.
"Kenyataannya tidak. Itu kami sesalkan," kata Laode, dalam konferensi pers terkait dengan kasus suap distribusi gula di PTPN III pada Selasa (3/9/2019) malam.
Laode berharap setiap perusahaan BUMN mengikuti buku panduan pencegahan korupsi di korporasi yang dibuat KPK dan menerapkan standar internasional atau International Organization for Standardization (ISO) tentang larangan suap.
Adapun ISO yang dimaksud Laode adalah ISO 37001 sistem manajemen antipenyuapan.
Hanya saja, lanjut Laode, apa yang sudah dibuat KPK melalui buku panduan pencegahan dan upaya lain kerap kali tidak diimplementasikan dengan baik.
"Kita sesalkan ketika kita sudah lakukan upaya pencegahan tetapi tetap juga penyalahgunaan kewenangan seperti itu," ujarnya.
Kendati demikian, lembaga antirasuah akan terus melakukan upaya pencegahan di sektor BUMN dengan rencana menaruh pegawai KPK di BUMN. Saat ini, pembicaraan awal sudah dilakukan.
"Apakah nanti pegawai KPK, misalnya, dipekerjakan di BUMN sebagai senior integrity officer. Konsepnya ada, tapi belum terlaksana," katanya.
KPK pun mengecam pihak-pihak yang mengambil keuntungan pribadi dengan cara korupsi termasuk terkait suap di PTPN III. Apalagi, sebelumnya KPK juga membongkar korupsi terkait impor bawang putih yang menjerat anggota DPR Nyoman Dhamantra.
Laode juga menyinggung soal pemilik dari PT Fajar Mulia Transindo, Pieko Nyotosetiadi. Pieko juga jadi tersangka kasus dugaan distribusi bawang putih ilegal yang ditangani Polri pada 2018.
Laode mengatakan belum menemukan relevansi antara kasus distribusi gula dan komoditi lain yang juga melibatlan Pieko Nyotosetiadi.
Dalam kasus distribusi gula, KPK juga menetapkan Direktur Pemasaran PTPN III I Kadek Kertha Laksana dan pemilik dari PT Fajar Mulia Transindo, Pieko Nyotosetiadi, sebagai tersangka.
Adapun Dolly Pulungan telah menyerahkan diri ke KPK dini hari tadi, sedangkan Pieko Nyotosetiadi selaku pemberi suap belum diketahui.
Dirut PTPN III Dolly Pulungan diduga menerima fee sebesar 345.000 dolar Singapura dari Pieko Nyotosetiadi terkait distribusi gula.
Mulanya, perusahaan PT Fajar Mulia Transindo milik Pieko ditunjuk sebagai pihak swasta dalam skema long term contract dengan PTPN III (Persero) pada awal tahun 2019.
Dalam kontrak ini, kata Laode, perusahaan Pieko mendapat kuota untuk mengimpor gula secara rutin setiap bulan selama kontrak berlangsung. Adapun di PTPN III, terdapat aturan internal mengenai kajian penetapan harga gula bulanan.
Pada penetapan harga tersebut, harga gula disepakati oleh tiga komponen yaitu PTPN III, pengusaha gula yakni Pieko dan Ketua Umum Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI) Arum Sabil.
Laode mengatakan pada 31 Agustus 2019 terjadi pertemuan antara Pieko, Dirut PTPN III Dolly Pulungan, dan Ketua APTRI Arum Sabil di Hotel Shangrila.
"Terdapat permintaan DPU [Dolly Pulungan] ke PNO [Pieko Nyotosetiadi] karena DPU membutuhkan uang terkait persoalan pribadinya untuk menyelesaikannya melalui ASB [Arum Sabil]," kata Laode dalam konferensi pers, Selasa (3/9/2019) malam.
Selanjutnya, menindaklanjuti pertemuan tersebut, Dolly meminta Direktur Pemasaran PTPN III I Kadek Kertha Laksana untuk menemui Pieko guna menindaklanjuti permintaan uang sebelumnya.
"Uang 345.000 dolar Singapura diduga merupakan fee terkait dengan distribusi gula yang termasuk ruang lingkup pekerjaan PTPN III," kata Laode.
Adapun dalam kegiatan OTT ini, KPK mengamankan pengelola Money Changer di Jakarta Freddy Tandou; orang kepercayaan Pieko bernama Ramlin; pegawai Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (KPBN) Corry Luca; Direktur Pemasaran PTPN III yang juga Komut PT KPBN, I Kadek Kertha Laksana; dan Dirut PT KPBN Edward S. Ginting.
Penyerahan uang Pieko melalui perantara Freddy Tandau selaku pengelola money changer yang diminta untuk mencairkan sejumlah uang yang rencananya akan diberikan kepada Dirut PTPN III Dolly Pulungan.
Tersangka Pieko kemudian memerintahkan orang kepercayaannya Ramlin, untuk mengambil uang dari kantor money changer yang dikelola Freddy dan menyerahkannya kepada Corry Luca di kantor PTPN di Kuningan, Jakarta, pada Senin (2/9/2019).
Corry selaku pegawai PT KPBN itu kemudian mengantarkan uang sejumlah SG$345.000 ke Direktur Pemasaran PTPN III, I Kadek Kertha Laksana di kantor KPBN di hari yang sama. Kemudian, mereka satu per satu dicokok KPK.
Dalam kasus ini, Pieko Nyotosetiadi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Adapun sebagai pihak yang diduga penerima, Dolly dan Kadek Kertha disangkakan melanggar Puasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.