Bisnis.com, JAKARTA – Kritikan mulai mengalir pada Presiden Joko Widodo menyusul penyerahan 10 nama calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke DPR pada Rabu (4/9/2019) siang.
Padahal, dalam kesempatan sebelumnya Jokowi menyampaikan tak usah tergesa-gesa mengingat dalam UU, Presiden memiliki 14 hari sebelum diserahkan ke DPR.
Adapun sebelumnya Pansel Capim KPK menyerahkan 10 nama itu di Istana Negara pada Senin (2/9/2019). Artinya, Jokowi hanya sehari memegang nama-nama itu untuk kemudian telah diserahkan ke DPR.
"Presiden [Jokowi] harus jelaskan kenapa proses ini sangat cepat? Jangan sampai publik menilai ada intervensi tertentu pada Presiden," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam diskusi yang digelar Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) di Jakarta pada Rabu.
Kurnia yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Capim KPK menilai Presiden terlihat terburu-buru menyerahkan 10 nama tersebut, padahal di antara 10 nama itu masih menyisakan permasalahan seperti rekam jejak dan tak patuh laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).
Dia memandang Jokowi seolah mengabaikan masukan dan aspirasi dari publik terkait dengan seleksi capim KPK. Seharusnya, menurut dia, Presiden dapat meletakkan aspirasi itu sebagai unsur utama dalam proses seleksi pimpinan KPK 2019-2023.
"Kenapa mesti tergesa-gesa? Padahal disebutkan [sebelumnya] tidak ingin tergesa-gesa," kata Kurnia.
Di sisi lain, dia pesimistis terhadap proses lanjutan berupa fit and proper test di Komisi III DPR, untuk mendapatkan capim KPK yang kredibek. Pihaknya bahkan pernah mendorong agar fit and proper test tak dilakukan oleh DPR masa sekarang.
Alasannya, kata Kurniadia, DPR masa sekarang tidak akan lagi bersanding atau bermitra dengan pimpinan KPK Jilid V periode 2019-2023. Apalagi, DPR kepemimpinan Bambang Soesatyo telah melakukan fit and proper test untuk masa pimpinan KPK Agus Rahardjo saat ini.
Dalam kesempatan yang sama, mantan Ketua Wadah Pegawai (WP) KPK Nanang Farid Syam mengaku tak masalah bila KPK dipimpin instansi mana pun. Hanya saja, dirinya tak ingin KPK diisi oleh orang yang memiliki rekam jejak buruk.
Namun, Nanang menyimpan harapan agar Komisi III DPR dapat melakukan fit and proper test secara independen dan menghasilkan komisioner yang bersih. "Kami ingin KPK menjadi lembaga yang bersih. Lembaga yang integritasnya tidak hanya di mulut."
Ketua Umum PP GMKI Korneles Jacob menambahkan fit and proper test oleh DPR diharapkan bisa dilakukan secara independen sehingga menghasilkan pimpinan yang berintegritas. Namun, dia mengaku sangsi DPR dapat melakukan hal itu.