Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah petinggi perusahaan swasta dipanggil tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el), Kamis (22/8/2019).
Mereka adalah Komisaris PT Berkah Langgeng Abadi, July Hira; Direktur PT Cisco System Indonesia, Charles Sutanto; Direktur PT Noah Arkindo, Frans Hartono Arief; dan Marketing Manager Inti Valuta Mas Sukses Money Changer, Riswan.
"Mereka dipanggil sebagai saksi untuk tersangka PLS [Paulus Tannos]," ujar Juru bicara KPK Febri Diansyah, Kamis (22/8/2019).
Selain itu, tim penyidik juga memanggil saksi lain yaitu pegawai PT Berkas Langgeng Abadi, Nunuy Kurniasih dan seorang notaris bernama Hildya Yulistiawati. Kedua saksi itu akan diperiksa untuk tersangka yang sama.
Lembaga antirasuah terus mengebut pemeriksaan para saksi menyusul penetapan empat tersangka baru kasus KTP-el beberapa waktu lalu.
Pada pemeriksaan kemarin, KPK telah memeriksa anggota DPR Fraksi Demokrat Khatibul Umam Wiranu dan mantan anggota Badan Anggaran DPR Wa Ode Nurhayati. Adapun anggota DPR Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Teguh Juwarno mangkir dari panggilan KPK dengan alasan yang belum jelas.
"Dari keduanya [Khatibul dan Wa Ode], penyidik mendalami keterangan saksi terkait aliran dana yang terkait dengan perkara e-KTP," kata Febri, Rabu (21/8/2019)
Selain itu, KPK juga mendalami soal perusahaan milik keluarga mantan Ketua DPR Setya Novanto, yang digali dari saksi notaris dan PPAT bernama Amelia Kasih.
Penetapan empat tersangka baru kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP-el berdasarkan pengembangan kasus yang sebelumnya telah menjerat delapan orang sebagai tersangka dengan tujuh orang yang sudah divonis bersalah.
Keempat tersangka baru itu adalah mantan anggota DPR Miryam S Hariyani; Direktur Utama Perum PNRI yang juga Ketua Konsorsium PNRI, Isnu Edhi Wijaya; Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik, Husni Fahmi; serta Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos.
Dalam kasus ini, PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Tannos diduga diperkaya Rp145,85 miliar; Miryam Haryani diduga diperkaya US$1,2 juta; manajemen bersama konsorsium PNRI sebesar Rp137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp107,71 miliar; Husni Fahmi diduga diperkaya senilai US$20.000 dan Rp10 juta.
Tannos diduga telah melakukan beberapa pertemuan dengan Husni selaku ketua panitia lelang dan Isnu serta pihak-pihak vendor. Pertemuan di sebuah ruko di Jakarta Selatan ini digelar jauh sebelum proyek ini dilakukan.
Pertemuan-pertemuan yang berlangsung selama kurang lebih dari 10 bulan itu menghasilkan beberapa output di antaranya adalah Standard Operating Procedure (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang ditetapkan oleh Sugiharto selaku PPK Kemendagri.
Tak hanya itu, Tannos juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Agustinus, Johannes Marliem dan Isnu untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5 persen.
Dalam perkembangan terakhir, KPK telah mencegah Isnu dan Husni ke luar negeri bersama dengan Catherine Tannos selaku anak dari Paulus Tannos dan juga untuk istri Tannos, Lina Rawung.
Catherine dan Lina telah dicegah pada enam bulan pertama terhitung sejak 19 Agustus 2019. Sementara Isnu dan Husni sejak 7 Agustus lalu.