Bisnis.com JAKARTA -- Uni Eropa memberlakukan tarif untuk produk biodiesel Indonesia sebagai bentuk perlawanan dari dugaan subsidi yang disalurkan pemerintah Indononesia kepada produsen dalam negeri. Langkah ini memicu risiko balasan yang lebih keras dari pemerintah Indonesia.
Dilansir melalui Bloomberg, Komisi Eropa menyampaikan pada Selasa (13/8), bahwa tarif untuk produk ekspor biodiesel Indonesia, produk yang terbuat dari minyak nabati dan lemak hewani yang digunakan untuk mesin diesel, berkisar antara 8% hingga 18%.
Penetapan retribusi ini menyusul hasil awal penyelidikan Uni Eropa atas klaim dari industri biodiesel Eropa yang mengatakan bahwa Indonesia memberikan bantuan perdagangan yang tidak sesuai kepada pihak-pihak seperti PT Ciliandra Perkasa, PT Wilmar Bioenergi Indonesia dan PT Musim Mas.
“Impor biodiesel Indonesia bersubsidi menyebabkan ancaman cedera material terhadap industri,” tulis komisi yang berbasis di Brussels itu dalam Jurnal Resmi Uni Eropa, seperti dikutip melalui Bloomberg, Selasa (18/3).
Kebijakan anti-subsidi ini akan berlaku pada Rabu (14/8), yang berlangsung selama empat bulan dan dapat diperpanjang hingga lima tahun.
Langkah pajak impor ini merupakan perkembangan terbaru dari perselisihan perdagangan antara Uni Eropa dengan Indonesia yang sudah berjalan lama terkait biodiesel, serupa dengan perseteruan yang sama yang dilakukan blok ekonomi ini dengan Argentina.
Kebijakan ini juga merupakan langkah proteksionisme Uni Eropa terhadap produsen biodiesel Eropa, seperti Verbio Vereinigte BioEnergie AG, yang mengalami kerugian pada tahun lalu setelah Uni Eropa membatalkan tarif yang ditujukan untuk mengatasi tudingan dumping yang dilakukan oleh eksportir Indonesia.
Langkah tersebut dilakukan mengikuti langkah Uni Eropa yang sama pada 2013 dengan memutuskan untuk mengenakan bea masuk anti-dumping terhadap eksportir biodiesel Indonesia, yang disampaikan melalui Organisasi Perdagangan Dunia dan di pengadilan UE.
Uni Eropa pada awalnya mengajukan permintaan data subsidi pada bulan Desember.
Menteri Perdagangan Indonesia menanggapi pada awal bulan ini bahwa, jika blok ekonomi tersebut memutuskan untuk menerapkan pungutan biodiesel baru dari 8% menjadi 18%, Indonesia akan menaikkan tarifnya terhadap produk susu asal Eropa ke tingkat yang sama, dari 5% hingga 10%.
Pemberlakukan awal dari tarif Uni Eropa ini akan bervariasi tergantung pada kapasitas masing-masing produsen Indonesia.
Rinciannya, 8% untuk Ciliandra Perkasa, 15,7% untuk Grup Wilmar, 16,3% untuk Grup Musim Mas dan 18% untuk Grup Permata dan semua eksportir biodiesel Indonesia lainnya.
Menurut data Komisi Eropa, pangsa gabungan eksportir Indonesia untuk pasar biodiesel UE naik menjadi 3,3%, atau 516.088 metrik ton, dalam 12 bulan hingga September 2018 dari 0,2% pada 2017 dan 0,3% pada 2016.
Ketegangan perdagangan antara Eropa dan Indonesia juga telah meningkat setelah keputusan terpisah Uni Eropa tahun ini yang membatasi jenis biofuel dari minyak kelapa sawit, kemungkinan terkait dengan tujuan penggunaan energi terbarukan di blok tersebut.
Adapun produsen Indonesia menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku utama untuk membuat biodiesel.
Uni Eropa Berlakukan Tarif Baru untuk Biodiesel Indonesia
Uni Eropa memberlakukan tarif untuk produk biodiesel Indonesia sebagai bentuk perlawanan dari dugaan subsidi yang disalurkan pemerintah Indonesia kepada produsen dalam negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Nirmala Aninda
Editor : Rustam Agus
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
9 jam yang lalu
Menakar Nasib Pemilik 24,65% Saham Publik Waskita (WSKT)
12 jam yang lalu