Kabar24.com, JAKARTA — Institusi pemerintahan, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus bisa mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran negara.
"Penggunaan uang rakyat itu harus akuntabel, tapi juga transparan dalam arti kejelasan manfaatnya," ujar pengamat kebijakan publik, Laksamana Muda (Purn) Rosihan Arsyad, Rabu (7/8/2019).
Mantan Gubernur Sumatra Selatan itu mengingatkan bahwa ada potensi penggunaan dana APBN maupun APBD yang tidak tepat sasaran, sehingga tidak ada kemanfaatannya.
“Institusi atau lembaga dan jawatan pemerintahan, yang tidak akuntabel dan menyia-nyiakan anggaran negara perlu dikenai sanksi sesuai aturan yang berlaku. Tidak terkecuali, termasuk semua lembaga legislatif dan yudikatif," ujarnya.
Dia menyinggung KPK yang merupakan lembaga negara di bidang penegakkan hukum yang tentunya menggunakan anggaran negara untuk menunjang kegiatan operasionalnya.
Oleh karena itu harus pula jelas pertanggungjawaban penggunaannya.
“Sangat penting bagi KPK untuk menjelaskan kepada publik, bagaimana mereka dapat menjustifikasi penggunaan uang rakyat untuk terus menangani perkara yang oleh Mahkamah Agung sudah dinyatakan bukan merupakan perkara pidana. Padahal KPK hanya memiliki yurisdiksi atas ranah pidana,” katanya.
Lanjutnya, jika tidak ada penjelasan yang masuk akal dan dapat diterima publik, berarti dana negara telah terbuang sia-sia.
“Pemerintah harus turun tangan untuk menghentikan penyalahgunaan uang rakyat ini.”
Sebagaimana diketahui, MA dalam putusannya yang dibacakan 9 Juli, menyatakan terdakwa perkara korupsi penerbitan surat keterangan lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syafruddin Aryad Temenggung terbukti melakukan perbuatan sebagaimana didakwakan kepadanya, akan tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana sehingga majelis melepaskan terdakwa tersebut oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (ontslag van allerechtsvervolging).
Akan tetapi, KPK masih terus memburu Sjamsul Nursalim, pemegang saham pengendali BDNI beserta istrinya Itjih Nur salim yang belakangan telah dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang.
Sjamsul dan Itjih sebelumnya dituduh bersama-sama dengan Syafruddin Temenggung telah melakukan perbuatan pidana terkait penerbitan surat keterangan lunas padahal BDNI dianggap masih memiliki utang Rp4,5 triliun.