Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Revisi UU Pilkada Larang Eks Koruptor Sulit, Jalan Terakhir Dihukum Secara Sosial

Upaya melegitimasi agar mantan koruptor dilarang maju sebagai calon kepala daerah 2020 sulit terlaksana. Pasalnya, masa sidang anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang tinggal dua bulan lagi dirasa tidak cukup.
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko (kedua kanan) berbicangan dengan Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali (kanan), Ketua Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila Yudi Latif (kiri),  dan Deputi I Kantor Staf Presiden Darmawan Prasodjo (kedua kiri) sebelum rapat dengar pendapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/2/2018)./Antara-Akbar Nugroho Gumay
Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko (kedua kanan) berbicangan dengan Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali (kanan), Ketua Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila Yudi Latif (kiri), dan Deputi I Kantor Staf Presiden Darmawan Prasodjo (kedua kiri) sebelum rapat dengar pendapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (7/2/2018)./Antara-Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA — Upaya melegitimasi agar mantan koruptor dilarang maju sebagai calon kepala daerah 2020 sulit terlaksana. Pasalnya, masa sidang anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang tinggal dua bulan lagi dirasa tidak cukup.

Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Zainudin Amali mengatakan bahwa kasus eks koruptor dilarang maju sebagai calon kepala daerah (pilkada) sama ketika pemilu 2019 yakni tidak ada undang-undang (UU) yang mengaturnya.

Saat itu, DPR, pemerintah, dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mencoba berimprovisasi agar eks koruptor dilarang jadi calon anggota legislatif (caleg) pada pemilu melalui Peraturan KPU (PKPU). Akan tetapi regulasi dibatalkan Mahkamah Agung karena berbeda dengan norma UU.

Kalaupun sekarang DPR harus merevisi UU nomor 10 tahun 2016 tentang pilkada itu sulit terlaksana. Apabila berhasil, kemungkinan besar akan diuji materi seperti UU 8 tahun 2015.

“Dan saya tidak yakin kalau kita mengubah satu pasal, kemudian hanya satu pasal itu. Pasti ada rembetannya lagi ke pasal lain yang akan diubah,” katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (1/8/2019).

Amali menjelaskan bahwa cara yang saat ini mungkin dilakukan adalah menghukum secara sosial. KPU mengumumkan siapa saja calon yang pernah jadi terpidana korupsi.

“Apalagi kan sedikit namanya [calon di pilkada] cuma 2 sampai 3 orang. Si A tidak [korupsi]. Si B pernah. Dan itu masif diumumkan karena tidak melanggar UU,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Akhirul Anwar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper