Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Revisi UU Pilkada Diminta Wadahi Komitmen Tak Usung Koruptor

Komisi Pemilihan Umum dan Komisi Pemberantasan Korupsi mengusulkan agar mantan koruptor dilarang ikut pemilihan kepala daerah 2020.
Sidang pemeriksaan pendahuluan sengketa pilkada 2018 di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (26/7/2018)./Bisnis-Samdysara Saragih
Sidang pemeriksaan pendahuluan sengketa pilkada 2018 di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Kamis (26/7/2018)./Bisnis-Samdysara Saragih

Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemilihan Umum dan Komisi Pemberantasan Korupsi mengusulkan agar mantan koruptor dilarang ikut pemilihan kepala daerah 2020.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid mengatakan bahwa akan sangat berterima kasih jika pemerintah dan legislatif setuju. Ini berarti pihaknya memiliki landasan hukum yang lebih kokoh.

“Sehingga tidak tidak ada peluang untuk dibatalkan sebagaimana pada pemilu yang lalu oleh Mahkamah Agung. Jadi kami sangat berterimakasih dan berharap kalau itu memang dilakukan revisi Undang-Undang Pilkada, maka kita berharap gagasan itu dirumuskan secara lebih tegas,” katanya di Jakarta, Rabu (31/7/2019).

Pram menjelaskan bahwa saat membuat Peraturan KPU No.20/2018 tentang pencalonan anggota legislatif, pengurus pusat partai politik dan pemerintahan tidak ada masalah melarang mantan koruptor daftar caleg.

Saat pendaftaran pun tidak ada bakal caleg mantan koruptor untuk tingkat DPR RI. Tapi tidak untuk daerah. Oleh karena pemilihan legislatif hanya pada persetujuan ketua partai daerah, pengurus pusat tidak ikut campur, termasuk saat mantan koruptor mengajukan sengketa ke Mahkamah Agung saat ditolak pendaftarannya oleh KPU. Gugatan mereka diterima dan KPU harus menghapus larangan tersebut.

Jika memang revisi Undang-Undang Pilkada nomor 10 tahun 2016 tidak bisa direvisi, komitmen pengurus dewan pimpinan pusat (DPP) partai sangat dibutuhkan.

“Kalau untuk Pilkada itu berbeda. Pengurus partai politik tingkat kabupaten kota maupun provinsi kalau mengajukan calon dalam pilgub [pemilihan gubernur] maupun pilkada harus mendapatkan rekomendasi dari DPP. Ketika nanti Misalnya ada pengurus di tingkat kabupaten kota maupun provinsi provinsi yang akan mengajukan mantan napi koruptor maka DPP bisa menolak,” jelasnya.

Sebelumnya Wakil Ketua Komisi II DPR, Mardani Ali Sera pesimistis revisi UU Pilkada bisa direvisi. Masa kerja periode legislatif yang akan habis jadi alasan utamanya.

“Kalau ada kesepakatan bersama akan menjadi ringan. Menurut saya, itu segera dibuat, media, publik, LSM [lembaga swadaya masyarakat] teriak saja terus agar isu ini terus bergulir menjadi besar dan menjadi konsesus bersama,” katanya saat dihubungi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper