Bisnis.com, JAKARTA - Kedatangan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto ke Kantor DPP Partai NasDem Senin (22/7/2019) dianggap bisa berdampak buruk terhadap nasib Golkar di barisan koalisi pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Menurut pengamat politik Dedi Kurnia, Airlangga sebagai pimpinan Golkar tidak memiliki basis organisasi kepartaian yang kuat.
Karena itu, dia dengan mudah memutuskan datang ke Kantor DPP NasDem menemui Surya Paloh usai Ketua PKB Muhaimin Iskandar dan Plt Ketua Umum PPP Suharso Monoarfa melakukan hal serupa.
"Jadi, wajar saja kemudian Airlangga itu memainkan politiknya berdasarkan politik korporasi. Artinya dia akan melihat peluang-peluang yang dia anggap menguntungkan bagi personal," kata Dedi kepada wartawan, Kamis (25/7/2019) malam.
Kehadiran Airlangga ke kantor DPP NasDem dianggap bisa merugikan Golkar, lantaran ada dugaan tidak semua kader parpol ini ingin Airlangga datang menemui Surya Paloh. Menurut Dedi, keputusan Airlangga menemui Surya Paloh bisa saja dianggap salah sejumlah faksi di Golkar.
Hal ini dianggap akan merugikan Airlangga acara pribadi, dan Golkar sebagai parpol yang dipimpinnya. "Kalau dia salah melangkah, tentu faksi-faksi itu bisa berseberangan dan bisa merugikan Airlangga," ujarnya.
Pertemuan Surya Paloh dengan Muhaimin, Suharso, dan Airlangga terjadi saat pembicaraan soal bakal calon Ketua MPR periode 2019-2024 mengemuka.
Jatah Ketua MPR periode mendatang hampir dipastikan menjadi milik parpol pengusung Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019. Akan tetapi, hingga kini belum diketahui siapa sosok yang berpeluang besar menjadi Ketua Umum MPR dari parpol-parpol pendukung Jokowi-Ma'ruf. Proses lobi antarpartai untuk itu diyakini sedang terjadi.
Dedi mengatakan, manuver Airlangga menemui Surya Paloh bisa membuat Jokowi berpikir untuk menggandeng Partai Gerindra dalam pemerintahan ke depan.
Apalagi, setelah tatap muka beberapa Ketua Umum parpol dengan Surya Paloh, terjadi pertemuan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
"Jangan salah-salah, justru dengan tawar menawar yang berat itulah kemudian dianggap Pak Jokowi sebagai ancaman. Artinya Pak Jokowi punya bayangan kalau misalnya dia kehilangan Golkar tetapi mendapatkan Gerindra," katanya.