Bisnis.com, JAKARTA -- Ekspor Korea Selatan, pemimpin utama perdagangan global, tampaknya akan mengalami penurunan untuk delapan bulan berturut-turut karena perselisihan perdagangan berdampak pada permintaan global.
Data dari Layanan Bea Cukai Korea yang dirilis pada Senin (22/7), menunjukkan bahwa ekspor selama 20 hari pertama pada Juli turun 14% secara tahunan.
Penjualan semikonduktor turun 30%, sedangkan pengiriman ke China, pembeli terbesar untuk produk Korea, turun 19%.
Adapun, impor Korea turun 10% selama 20 hari pertama bulan Juli dari tahun sebelumnya.
Ekspor ke AS turun 5,1%, sedangkan pengiriman ke Jepang turun 6,6%. Di sisi lain, ompor dari AS naik 3,7%, sedangkan dari Jepang turun 15%.
Data awal Juli ini dirilis setelah ekonomi terbesar keempat Asia, yang bergantung pada kegiatan ekspor untuk mendorong pertumbuhan, melaporkan pengiriman ke luar negeri sepanjang Juni mengalami penurunan paling dalam selama tiga setengah tahun terakhir.
Baca Juga
"Pada periode yang sama di bulan Juni, ekspor naik 4,2% dan impor naik 2,8%," seperti dikutip melalui Bloomberg, Senin (22/7/2019).
Pekan lalu, Bank Sentral Korea telah menurunkan suku bunga acuan dan memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi menjadi 2,2%, mengutip perang perdagangan antara Amerika Serikat dan China serta pembatasan ekspor dari Jepang terhadap bahan pembuat produk teknologi Korea.
Penurunan dalam industri semikonduktor juga telah menekan ekspor Korea.
Data perdagangan 20 hari Korea Selatan berfungsi sebagai indikator untuk permintaan global, karena publikasi data ekonomi yang lebih awal dan integrasi mendalam perusahaan Korea ke dalam rantai pasokan global.
Data produk domestik bruto kuartal kedua negeri ginseng, yang akan dirilis akhir pekan ini, juga akan membantu mengukur kesehatan permintaan global setelah China dan Singapura melaporkan pertumbuhan ekonomi yang merosot.