Bisnis.com, JAKARTA -- Aksi unjuk rasa di Hong Kong makin tegang setelah para pengunjuk rasa menghancurkan jendela-jendela kaca di gedung legislatif, Senin (1/7/2019).
Sekitar 100 polisi berjaga di lokasi, menggunakan helm dan membawa baton. Polisi juga mengangkat kain berwarna merah sebagai peringatan agar pengunjuk rasa menurunkan tensinya atau polisi akan melakukan balasan.
Polisi juga menyemprotkan cairan merica kepada para demonstran agar mereka membubarkan diri. Sementara itu, para pengunjuk rasa--yang sebagian besar pelajar dan mahasiswa--mengenakan topi dan masker serta membawa payung, sedangkan yang lainnya melilitkan rol film di lengan untuk melindungi kulit dari gas air mata.
Reuters melansir lebih dari sejuta penduduk Hong Kong turun ke jalan dalam 3 pekan terakhir, dipicu oleh RUU Ekstradisi yang dibawa oleh pemimpin eksekutif Hong Kong Carrie Lam. Meski Lam sudah meminta maaf serta menyampaikan penundaan regulasi tersebut, tapi warga Hong Kong menuntut Lam untuk mundur dan beleid itu harus dicabut sepenuhnya.
Jika rancangan UU itu diberlakukan, maka para pelaku kejahatan di Hong Kong dapat diekstradisi ke China untuk disidangkan. Warga Hong Kong khawatir hal ini akan mengancam hukum yang berlaku di kota mereka.
Selama ini, Hong Kong menganut "One Country, Two Systems" yang memungkinkan penduduknya menikmati kebebasan yang lebih luas dibandingkan warga China daratan. Salah satunya di sisi yurisdiksi.
Unjuk rasa kali ini juga terjadi menjelang penyerahan peringatan penyerahan Hong Kong ke China dari Inggris. Tepat 20 tahun lalu, Inggris mengembalikan kota pelabuhan ini--yang sekarang menjadi salah satu hub finansial dunia--kepada Presiden China saat itu, Jiang Zemin.
Dalam penampilan perdananya selama hampir 2 pekan terakhir, Lam mengatakan pemerintah perlu mengubah gaya kepemimpinannya dan berjanji melakukan lebih banyak hal bagi generasi muda.
"Insiden yang berlangsung dalam beberapa bulan terakhir telah memicu kontroversi dan perselisihan antara publik dan pemerintah. Hal ini membuat saya menyadari bahwa saya, sebagai seorang politisi, harus mengingatkan diri sendiri sepanjang waktu pentingnya memahami sentimen publik secara akurat," paparnya ketika menghadiri upacara peringatan penyerahan Hong Kong.
Selain memicu unjuk rasa besar-besaran, RUU Ekstradisi juga membuat para taipan Hong Kong memindahkan aset-aset personal mereka ke luar negeri.