Bisnis.com, JAKARTA - Penyidik SPORC Brigade Enggang Seksi Wilayah II Samarinda Balai Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Kalimantan bekerjasama dengan Ditreskrimsus Polda Kaltim berhasil menangkap penadah/pemodal kasus penambangan ilegal di Tahura Bukit Suharto, SA, di Balikpapan.
Adapun, SA telah ditetapkan sebagai buron sejak bulan Januari 2019.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rasio Ridho Sani mengatakan saat ini SA sudah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Tenggarong melalui Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur.
"Untuk proses lebih lanjut dipersidangan," kata Rasio seperti dikutip dari keterangan resminya, Senin (1/7).
Sementara itu, barang bukti berupa 2 unit excavator merk komatsu PC 200 warna kuning dan 1 unit excavator merk hitachi PC200 warna oranye masih dititipkan Kejaksaan Tinggi Kalimatan Timur di Kantor Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan.
Peristiwa ini bermula dari tertangkapnya pelaku penambangan batubara illegal di Tahura Bukit Soeharto pada 29 September 2018 dengan tersangka AS dan MF.
Baca Juga
Kemudian, penyidik memperoleh informasi dari mereka bahwa SA adalah pemodal/penadah batubara hasil penambangan ilegal yang dilakukan.
Awalnya, SA sempat diamankan pada 8 Oktober 2018, sekitar pukul 13.00 WITA di Hotel Swiss Bell Jakarta.
Namun, setelah berkas perkara dinyatakan lengkap (p-21) oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur pada 4 Januari 2019 diterima, Tim penyidik tidak dapat menghubungi SA dan dia dinyatakan buron.
Tim penyidik berhasil menemukannya pada Rabu, 26 Juni 2019 pukul 17.30 WITA.
"Segera setelah tertangkap, tersangka dibawa dan diamankan ke kantor Balai Gakkum LHK Wilayah Kalimantan di Samarinda," tutur Rasio.
SA dan MF dijerat dengan Pasal 17 Ayat (1) huruf a, huruf b Jo Pasal 89 ayat (1) huruf a huruf a Undang-undang RI Nomor 18/ 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman hukuman penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp1,5 miliar dan paling banyak Rp10 miliar.
"Kami akan terus menjaga komitmen memberantas kegiatan ilegal di Tahura Bukit Suharto ini," tandas Rasio.