Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sengketa Pilpres 2019: Hakim MK Masih Penasaran KPU Batal Tetapkan Hasil Pemilu pada 22 Mei

Langkah Komisi Pemilihan Umum atau KPU menetapkan hasil Pemilu 2019 pada 21 Mei tampaknya masih mengundang rasa penasaran dari berbagai pihak.
Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri), Arief Hidayat (tengah) dan Manahan MP Sitompul (kanan) berbincang saat memimpin sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (20/6/2019). /Antara
Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri), Arief Hidayat (tengah) dan Manahan MP Sitompul (kanan) berbincang saat memimpin sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (20/6/2019). /Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Langkah Komisi Pemilihan Umum atau KPU menetapkan hasil Pemilu 2019 pada 21 Mei tampaknya masih mengundang rasa penasaran dari berbagai pihak.

Pasalnya, dalam jadwal maupun pernyataan publik KPU, rencana penetapan tersebut adalah pada 22 Mei. Faktanya, KPU memutuskan hasil Pemilu 2019 ditetapkan pada 21 Mei dini hari.

Perubahan itu berimbas pula pada jadwal sengketa hasil Pemilu 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK) sehingga batas waktu pendaftaran permohonan dipercepat satu hari dari jadwal semula. Untuk sengketa Pilpres 2019, misalnya, tenggat waktu pengajuan permohonan dimajukan menjadi 24 Mei.

Hakim Konstitusi Suhartoyo tampaknya masih penasaran mengenai waktu penetapan hasil Pemilu 2019. Dalam sidang pemeriksaan perkara sengketa hasil Pilpres 2019, dia pun bertanya kepada Anggota Direktorat Saksi Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Chandra Irawan, yang hadir pada rapat pleno rekapitulasi dan penetapan hasil Pemilu 2019 di KPU.

“Tahu kepada pengesahan perolehan suara dimajukan? Ada tidak forum dimintakan persetujuan para pihak?” tanya Suhartoyo kepada Irawan dalam sidang, Jumat (21/6/2019).

Merespons pertanyaan itu, Irawan mengakui bahwa KPU meminta persetujuan kepada peserta rapat pleno, termasuk saksi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno dan saksi peserta Pileg 2019.

Menurut dia, penetapan pada dini hari tersebut disetujui oleh seluruh peserta rapat.

“Tidak ada yang memprotes kenapa dimajukan jadi 21 Mei. Sejauh yang saya ingat soal waktu penetapan tidak ada keberatan,” ujarnya.

Irawan bercerita, penetapan dilakukan setelah KPU Provinsi Papua memaparkan rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2019. Daerah paling timur Indonesia itu menggenapi 34 provinsi yang menyampaikan rekapitulasi di Jakarta.

Untuk hasil Pilpres 2019, Irawan mengatakan proses rekapitulasi KPU Papua berlangsung kurang dari 15 Menit. Namun, proses rekapitulasi hasil Pileg 2019 di provinsi itu agak tersendat karena terjadi perbedaan klaim perolehan suara partai politik dan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

“Setelah selesai, rapat kurang lebih diskors sekitar 45 menit setelah pembacaan terakhir di Papua,” tuturnya.

Selesai proses rekapitulasi itulah KPU meminta persetujuan agar rapat dilanjutkan dengan penetapan hasil Pemilu 2019. Meski semua saksi peserta setuju dengan penetapan 21 Mei, Irawan mengatakan BPN Prabowo-Sandi tidak menandatangani berita acara dan sertifikat rekapitulasi hasil penghitungan suara.

“KPU memberikan formulir DD2 untuk menyatakan keberatan saksi atas proses rekapitulasi,” ucapnya.

Selain kontestan Pilpres 2019, Irawan menuturkan bahwa Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Berkarya tidak menandatangai berita acara dan sertifikat untuk hasil Pileg 2019. Belakangan, dia mengetahui bahwa pada 22 Mei PAN mengubah sikapnya.

Keputusan KPU untuk mempercepat penetapan hasil Pileg 2019 disebut-sebut untuk mengantisipasi potensi aksi massa pada 22 Mei mengingat pendukung Prabowo-Sandi telah menyiapkan demonstrasi tepat pada hari itu. Namun, KPU menyatakan pemilihan 21 Mei dini hari semata karena penetapan harus dilakukan setelah rekapitulasi terakhir.

Irawan bersaksi di sidang MK sebagai saksi Jokowi-Ma’ruf yang menjadi pihak terkait dalam perkara sengketa hasil Pilpres 2019. Jokowi-Ma’ruf juga menghadirkan saksi bernama Anas Nasikin dan dua ahli, Eddy O.S. Hiariej dan Heru Widodo.

Sidang pemeriksaan Perkara No. 01/PHPU-PRES/XVII/2019 hari ini adalah kali ketiga untuk memeriksa saksi dan ahli pihak-pihak yang berperkara. Pemohon Prabowo-Sandi mendapatkan kesempatan perdana pada Rabu (19/6/2019) dengan mengajukan 14 saksi dan dua ahli, dilanjutkan termohon KPU pada Kamis (20/6/2019) yang hanya mengajukan satu ahli.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper