Bisnis.com, JAKARTA--Ketua Tim Kuasa Hukum Paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto membacakan pokok permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2019.
Salah satu tudingan yang dipaparkan terkait dengan kecurangan secara terstruktur, sistematik, dan masif (TSM) yang dilakukan oleh kubu paslon 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Menurutnya, kecurangan pemilu (electoral fraud) ini dilakukan secara Sistematis karena direncanakan secara matang, tersusun, bahkan sangat rapi. Di antaranya disahkan dengan instrumen UU APBN, dan dasar hukumnya masing-masing.
Pembahasan APBN diawali dengan perencanaan yang sangat matang, yang melibatkan beberapa Kementerian yang berada di bawah kendali Presiden selaku calon petahana, yaitu Kementerian Keuangan dan Bappenas sebagai leading sector, dan seluruh
Kementerian dan Lembaga sektoral dengan rencana anggarannya masing-masing.
Sehingga dengan demikian penyusunan APBN untuk kepentingan pemenangan Paslon 01 jelas dilakukan secara sistematis, dalam artian direncanakan secara matang, tersusun dan bahkan sangat rapi.
"Dengan sifatnya yang TSM tersebut di atas, maka penyalahgunaan anggaran dan program kerja negara tersebut adalah modus lain money politics atau lebih tepatnya vote buying," katanya di Gedung MK, Jumat (13/6/2019).
Salah satu indikasi kuat bahwa ada penyalahgunaan kekuasaan dan anggaran negara tersebut terlihat jelas dari inkonsistensi cara berfikir dan kebijakan antara Presiden Petahana Joko Widodo dan Capres Joko Widodo, terkait perlunya kenaikan gaji PNS.
Di satu sisi, dalam kapasitasnya sebagai Presiden, Joko Widodo menjanjikan kenaikan gaji PNS dan pensiunan PNS yang dibayarkan secara rapel pada pertengahan April 2019 menjelang hari pencoblosan.
Namun, pada kesempatan debat sebagai Capres pada 17 Januari 2019, Joko
Widodo justru menolak ide kenaikan gaji tersebut sebagai bagian dari reformasi birokrasi.
"Kita tahu gaji PNS kita, ASN kita, sekarang ini menurut saya sudah cukup dengan tambahan tunjangan kinerja yang sudah besar," kata BW menirukan ucapan Jokowi.
Dia menilai paling tidak patut diduga dengan alur logika yang wajar, bertujuan untuk mempengaruhi penerima manfaat baik secara langsung ataupun tidak langsung dari program kerja tersebut, yang kebanyakan tidak lain adalah para pemilih dan keluarganya, agar lebih memilih Capres Paslon 01.
Ketidakkonsistenan cara berpikir dan membuat kebijakan, yaitu sebagai Presiden petahana
melakukan kenaikan gaji PNS dan pensiunan PNS yang dibayarkan secara rapel pada
pertengahan April 2019 menjelang hari pencoblosan Pilpres 2019. Di sisi lain, sebagai Capres menolak ide kenaikan gaji.
"Ini tdak lain dan tidak bukan menunjukkan secara nyata—atau paling tidak dengan
logika berpikir yang rasional dan wajar—bahwa kenaikan gaji PNS dan pensiunan PNS bukanlah bagian dari kebijakan jangka panjang pemerintahan Jokowi. Namun, lebih merupakan kebijakan jangka pendek dan pragmatis Presiden Petahana Joko Widodo yang juga Capres Paslon 01," ungkapnya.