Bisnis.com, JAKARTA—PM Papua Nugini Peter O'Neill hari ini menyatakan mengundurkan diri setelah beberapa minggu terjadi pembelotan dari partai berkuasa.
O'Neill mengatakan pada konferensi pers di Port Moresby bahwa pembelotan politik di parlemen baru-baru ini telah menunjukkan "kebutuhan akan perubahan" seperti dikutip Thegardian.com, Minggu (26/5).
Pada Jumat lalu, kelompok penentang O'Neill mengatakan mereka telah mengumpulkan cukup dukungan di parlemen untuk menggulingkannya perdana menteri itu akibat berbagai keluhan termasuk ketidakpuasan terhadap kepemimpinan O'Neill.
Dia dinilai telah bertindak sepihak dalam penanganan kesepakatan gas bernilai miliaran dolar yang menurut pihak lawannya telah merugikan negaranya.
O'Neill, yang menjabat perdana menteri selama tujuh tahun, telah menyerahkan kepemimpinan kepada Sir Julius Chan.
Chan, 79, adalah mantan perdana menteri Papua Nugini yang pernah menduduki jabatan puncak tersebut dari 1980 hingga 1982.
Dia merupakan perdana menteri kedua di negara itu dan pernah juga menjadi perdana menteri 1994 hingga 1997.
Masa jabatan keduanya sebagai perdana menteri kontroversial karena negaranya terlibat perang saudara Bougainville.
Pemerintahan Chan menandatangani kontrak dengan organisasi tentara bayaran untuk menghadapi kelompok separatis di Bougainville yang menyebabkan meluasnya protes publik.
Meski telah menyatakan mengundurkan diri, namun Bryan Kramer, seorang anggota parlemen oposisi dan salah satu pengkritik O'Neill yang paling blak-blakan, mengatakan pengumuman itu sebagai "taktik" dari perdana menteri untuk mencoba dan memenangkan kembali para anggota parlemen yang membelot dari koalisi pemerintah.
Dia yakin O’Neill tidak akan melakukannya. Pasalnya, hingga kini dia belum menunjukkan surat pengunduran dirinya.
"Dia mengumumkan telah mengundurkan diri, tetapi kami belum melihat surat pengunduran diri," kata Kramer.