Bisnis.com, JAKARTA–Juru Bicara BPN Pipin Sofyan mengatakan banyaknya lembaga survei yang partisan dan juga merupakan konsultan paslon 01 menjadi penyebab pihaknya melaporkan 6 lembaga survei ke KPU.
Adapun 6 lembaga survei yang dilaporkan adalah LSI Denny JA, Charta Politika, Indo Barometer, SMRC, Voxpol, dan Poltracking.
"Dari awal sebetulnya kami ingin yang melaksanakan quick count itu kampus dan kemudian pendanaannya mandiri, bukan disetir," ujar Pipin, Sabtu (20/4/2019).
Ketidakmandirian dari lembaga survei pun dipandangnya menimbulkan konsekuensi adanya pihak yang berusaha menggiring persepsi masyarakat tentang perolehan suara melalui quick count tersebut.
Pipin mengimbau kepada lembaga survei untuk terbuka dan transparan soal dari mana sumber pendanaan quick count yang diselenggarakan.
"Jadi [transparan] mulai pendanaan, ada yang mengatakan dana pribadi padahal sebenarnya bukan," lanjutnya.
Pipin pun mencontohkan bahwa lembaga-lembaga survei yang terdapat di negara maju berani transparan soal sumber pendanaan sehingga dapat diketahui afiliasi dari lembaga survei penyelenggara quick count tersebut.
Menurut Pipin, banyak lembaga survei yang bercerita kepadanya bahwa dana yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan quick count mencapai lebih dari Rp1 milliar.
Oleh karena itu, pihaknya pun meragukan apabila lembaga survei mengaku mendanai quick count melalui dana pribadi.
Data Internal BPN
Di tempat terpisah, ketua umum Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) Philips Vermonte meminta kubu Prabowo untuk membuka data internalnya terkait quick count dan exit poll pemilihan presiden 2019.
Hal tersebut diungkapkan Philips dalam sambutannya pada acara Expose Data Quick Count Pemilu 2019 yang menghadirkan anggota Persepi penyelenggara quick qount Pemilu 2019. Mereka membuka data seluas-luasnya sebagai bentuk pertanggungjawaban lembaga.
“Yang nyuruh buka data kemarin, ini udah kami buka. Sekarang, yang nyuruh mau buka apa ngga?” katanya, Sabtu (20/4/2019).