Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PMK Pajak E-Commerce Ditarik, Pemerintah Perlu Terbitkan PP

Pemerintah menarik PMK No. 201/2018 yang mengatur pajak perdagangan elektronik dengan pertimbangan aturan tersebutperlu koordinasi pemerintah melalui antarkementerian/lembaga yang lebih komperhensif.
Ecommerce/alleywatch.com
Ecommerce/alleywatch.com

Kabar24.com, JAKARTA — Institute for Digital Law and Society (Tordillas) mendesak pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai payung hukum alternatif solusi mengisi kekosongan penerapan e-commerce usai Menteri Keuangan mencabut PMK No. 210/2018. 

Permenkeu itu tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik atau e-commerce. Direktur Torbilas Awalludin Marwan mengatakan, pencabutan bahkan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tersebut, memberikan kesan kurang baik atas kebijakan pemerintah dan menciptakan ketidakpastian bagi pelaku usaha UMKM yang mengandalkan penjualan produknya secara digital. 

"Pencabutan PMK soal pajak e-commerce di Indonesia itu bikin resah para pelaku usaha e-commerce di Indonesia. Oleh karena itu, mestinya pemerintah menerbitkan regulasi PP untuk mengisi kekosongan dicabutnya PMK itu," kata Awalludin kepada Bisnis, Jumat (5/4/2019).

Dia mengutarakan, dengan demikian pemerintah sebelum menerbitkan PP segera membahas secara matang melalui riset terlebih dahulu regulasi yang dibutuhkan untuk sektor e-commerce dengan menekankan perlindungan konsumen, pengelolaan data pribadi, dan pencegahan kejahatan siber. 

Awalludin mengingatkan juga, supaya peraturan nanti PMK menerapkan prinsip keadilan dalam hal penarikan pajak. Pasalnya, lanjut dia, pengenaan pajak bagi pelaku UMKM e-commerce memberatkan pengusaha kecil dengan penghasilan di bawah nilai tertentu. Konsep melaporkan pajak atas aktivitas usaha atau pekerjaan tidak serta merta harus membayar pajak. 

Pemerintah diminta pula membuat database yang baik, karena meskipun pengusaha atau individu membayar pajak atu tidak, tetapi pencatatan sebagai wajib pajak sangat diperlukan oleh pemerintah. Pasalnya, kata dia, data besaran volume transaksi e-commerce di Indonesia belum ada. 

"Badan Pusat Statistik [BPS] pun mengalami kesulitan mendata e-commerce ini. Database yang baik dapat menjadi acuan pemerintah dalam melakukan berbagai kebijakan baik yang terkait perpajakan atau non perpajakan. 

Seperti catatan Bisnis, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memutuskan menarik kembali Peraturan Menteri Keuangan nomor 210/PMK.010/2018. 

Alasan penarikan aturan tersebut dilakukan atas adanya kepentingan untuk terlebih dulu meningkatkan koordinasi pemerintah melalui antarkementerian/lembaga yang lebih komperhensif agar pengaturan e-commerce tepat sasaran, berkeadilan, efisien, serta mendorong pertumbuhan ekosistem ekonomi digital dengan mendengarkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan.

Dengan demikian, perlakuan perpajakan untuk ekonomi digital tetap merujuk kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku saat ini. Pelaku usaha yang memanfaatkan platform e-commerce maupun bisnis konvensional dengan penghasilan mencapai Rp4,8 miliar terkena pajak final dengan tarif sebesar 0,5% dari jumlah omzet usaha.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper