Bisnis.com, JAKARTA —T uduhan pencucian uang dari pemerintah India kepada pendakwah Islam, Zakir Naik yang mengakumulasikan aset dengan nilai fantastis sejak beberapa tahun terakhir bukanlah isu baru yang mewarnai sejumah media massa regional.
Isu itu telah berkembang sejak dua tahun lalu ketika sejumlah media massa memberitakan isu yang sama. Akan tetapi perangkat hukum yang dimiliki lembaga penegak hukum India, Enforcement Directorate (ED), hingga kini belum bisa membawa pria kelahiran 1965 itu ke pengadilan.
Apalagi, kini dia memperoleh status sebagai warga permanen di Malaysia. Bahkan, isu terakhir Arab Saudi diduga juga memberikan status yang sama menurut sejumlah sumber berita. Tuduhan itu berupa pencucian uang atau pelanggaran hukum keuangan lainnya hingga kini masih belum jelas.
Kali ini, dia disebut mengakumulasi dana senilai Rs193 crore atau sekitar Rp396 miliar dari pengalihan dana dan sumbangan yang diterima dari negara-negara Islam.
Times of India melaporkan bahwa dari hasil penyelidikan pencucian uang, oleh ED terungkap aset Zakir Naik senilai Rp396 miliar, termasuk 20 flat di Kota Mumbai dan Pune, India.
Kasus itu mencuat ketika pada 22 Maret lalu, ED menangkap pembantu dekat Naik, Najmudin Sathak, karena perannya yang secara aktif membantu Naik dalam pencucian uang dengan mentransfer dana yang asal usulnya diragukan dari Uni Emirat Arab ke Naik.
Baca Juga
Munculnya tuduhan itu bukan tidak punya alasan. Pasalnya, ED mencurigai donasi dana dari sejumlah negara, termasuk dari Uni Emirat Arab. Dana itu diduga digunakan untuk mendanai produksi dan penyiaran video-video dengan tuduhan untuk menyebarkan kebencian komunal dan radikalisasi masyarakat India.
Tuduhan ED bahwa Naik menggunakan Islamic Research Foundation (IRF) miliknya, yang dimaksudkan untuk kesejahteraan sosial komunitas muslim terus berkembang. Dia juga diduga mengorganisir sumbangan yang asal usulnya diragukan dan mengalihkannya untuk membeli properti.
ED pun mengendus dana sebesar Rs49 crore yang diterima dari sumber yang tidak dapat dijelaskan di Dubai dan digunakan untuk memesan setidaknya 20 apartemen di Mumbai dan Pune atas nama istri dan putranya.
Mengapa Pemerintah India Mengincar Naik?
Pihak berwenang India sejak 2017 menuduh pengkhotbah populer yang pada awalnya berbasis di Mumbai itu sebagai penyebar kebencian. Namun, Naik membantah tuduhan itu sebagaimana diberitakan sejumah situs berita.
Penulis masalah politik internasional, Saif Khalid seperti dilansir Aljazeera.com menyebut, Naik memiliki lebih dari 16 juta pengikut di Facebook, 150.000 di Twitter dan telah memberikan lebih dari 4.000 ceramah tentang Islam di seluruh dunia.
Tak heran kalau aparat keamanan India berupaya mencari tahu keberadaan pria bernama lengkap Zakir Abdul Karim Naik itu.
Pemerintah Bangladesh pun menyatakan bahwa salah satu pria bersenjata yang bertanggung jawab atas serangan terhadap sebuah kafe di Ibu Kota Bangladesh, Dhaka, yang menewaskan 22 orang, telah terinspirasi sang pengkhotbah.
Karena itu, Bangladesh merespons dengan melarang Peace TV, saluran acara Islam yang disiarkan dari Dubai yang didirikan Naik sejak 2006 itu. Televisi tersebut mengklaim menjangkau 100 juta orang di seluruh dunia.
Akan tetapi, Zakir selalu membantah mendukung aksi kekerasan. Dalam tayangan video di berkata: "Membunuh makhluk tak berdosa adalah dosa besar kedua dalam Islam."
Pada November 2017, badan anti-terorisme India, National Investigation Agency (NIA), menangapi laporan polisi soal Yayasan Riset Islam (IRF) nirlaba yang berbasis di Mumbai yang dia dirikan pada tahun 1991.
Tuduhan atas dirinya adalah terlibat dalam melanggar hukum karena mempromosikan kebencian agama. Pemerintah nasionalis Hindu yang dipimpin Perdana Menteri Narendra Modi pun menanggapi dengan memberlakukan larangan lima tahun pada IRF di bawah undang-undang anti-terorisme negara itu. Namun, pengacaranya, Mubeen Solkar, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa dia akan "menantang larangan itu di depan pengadilan".
"Kami memiliki alasan yang cukup untuk menunjukkan bahwa larangan itu tidak hanya ilegal tetapi juga tidak dapat dibenarkan dan tidak beralasan," ujarnya.
Pemerintah India tidak tinggal diam. DE menuduh IRF melakukan pencucian uang dan menutup propertinya di Mumbai. Lembaga pendidikan yang dijalankan oleh Naik juga telah dicegah untuk menerima dana dari luar negeri.
Solkar menyangkal bahwa kliennya terlibat dalam pencucian uang.
"Semua transaksi dilakukan melalui bank dan semua dana datang melalui jalur hukum," katanya.
Dia menegaskan bahwa tidak ada yang menunjukkan bahwa jumlah tersebut merupakan hasil kejahatan, yang merupakan persyaratan berdasarkan UU Pencegahan Pencucian Uang.
Karena itulah, Naik menganggap hal itu sebagai bagian dari agenda Pemerintah India yang lebih luas. Hanya saja, dia tidak memerinci keterangannya dan publik pun tidak mengetahui keberadan sang pengkhotbah saat ini.