Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK : Separuh Pejabat Krakatau Steel Belum Lapor LHKPN

Komisi Pemberantasan Korupsi menyoroti tingkat kepatuhan pejabat PT Krakatau Steel Tbk. dalam melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Pekerja mengawasi proses produksi lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten, Kamis (7/2/2019)./ANTARA-Asep Fathulrahman
Pekerja mengawasi proses produksi lempengan baja panas di pabrik pembuatan hot rolled coil (HRC) PT Krakatau Steel (Persero) Tbk di Cilegon, Banten, Kamis (7/2/2019)./ANTARA-Asep Fathulrahman

Kabar24.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti tingkat kepatuhan pejabat PT Krakatau Steel Tbk. dalam melaporkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Dalam catatan KPK per 26 Maret ini, lebih dari setengah pejabat di perusahaan BUMN tersebut yang belum melaporkan LHKPN periodiknya. 

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan berdasarkan situs laporan LHKPN, wajib lapor di perusahaan pelat merah itu sebanyak 153 orang. Namun, hanya 76 orang yang sudah menyerahkan laporannya. Sementara 77 orang belum melaporkan.

"Dengan demikian, 5 hari menjelang berakhirnya batas waktu pelaporan LHKPN periodik pada 31 Maret 2019 ini, tingkat kepatuhan PT Krakatau Steel masih 49,67% atau masih lebih dari setengah," ujarnya dalam keterangan resmi, Selasa (26/3/2019). 

Menurut Febri, lembaga antirasuah berharap dalam sisa waktu yang ada ini perseroan pimpinan Silmy Karim itu dapat membuktikan keseriusannya jika ingin berbenah dalam tata kelola perusahaan. 

"Karena pelaporan kekayaan secara tepat waktu dan benar adalah salah satu alat ukur keseriusan upaya pencegahan korupsi di internal.

Sebelumnya, KPK juga mengingatkan pimpinan dan direksi PT Krakatau Steel Tbk. agar serius berbenah dalam tata kelola perusahaan.

Peringatan tersebut agar kasus dugaan suap yang menimpa salah satu direkturnya tak terulang kembali di perusahaan yang bergerak pada produksi baja itu.

"Selain aspek penindakan, KPK juga mengingatkan agar jajaran pimpinan dan pegawai PT KS serius berbenah ke dalam [tata kelola] dan hal ini [kasus suap] jangan sampai terulang kembali," kata Febri Diansyah.

Perseroan milik negara dengan kode saham KRAS ini, seharusnya dapat memberikan contoh yang lebih kuat di sektor swasta. Hal itu agar roda bisnis yang dijalankan dapat berlangsung secara sehat dan ada pemisahan yang lebih tegas antara kepentingan pribadi dan korporasi. 

Apalagi, KRAS adalah salah satu BUMN yang berarti penting dalam produksi dan perekonomian di Indonesia.

"Sehingga upaya menjaga agar BUMN kita bersih dari korupsi adalah salah satu pekerjaan yang wajib jadi perhatian bersama, apalagi keuangan BUMN juga termasuk keuangan negara," paparnya.

KPK juga telah menggeledah kantor pusat KRAS di Cilegon selama 12 jam pada Senin sore hingga Selasa (25-26/3/2019) dini hari tadi dalam penyidikan kasus dugaan suap terhadap Direktur Teknologi dan Produksi KRAS Wisnu Kuncoro. 

Tim KPK menyisir enam ruangan para petinggi KRAS dan hasilnya menyita sejumlah dokumen terkait proyek yang dikerjakan serta barang bukti elektronik lainnya. Bukti-bukti yang disita itu pun akan dipelajari tim penyidik.

Perkara ini bermula ketika KPK menangkap enam orang dalam operasi tangkap tangan di tiga lokasi Jakarta, Tangerang Selatan, dan Banten, Sabtu (23/3/2019).

Kemudian, KPK menetapkan empat orang tersangka selain Wisnu, yaitu Alexander Muskitta (swasta), Kenneth Sutardja dari PT Grand Kartech dan bos Tjokro Group Kurniawan Eddy Tjokro alias Yudy Tjokro. Sementara sisanya dilepas dan berstatus sebagai saksi.

Alexander diduga menawarkan beberapa rekanan kepada Wisnu dan disetujui dalam kebutuhan barang dan peralatan di KRAS. Mulanya, pengadaan tersebut bernilai masing-masing Rp24 miliar dan Rp2,4 miliar.

Alexander pun menyepakati commitment fee (panjer) dengan rekanan yang disetujui untuk ditunjuk, yakni PT Grand Kartech dan Group Tjokro (GT) senilai 10% dari nilai kontrak. 

Dalam hal ini, Alexander diduga bertindak mewakili atau makelar atas nama Wisnu Kuncoro sebagai Direktur Teknologi dan Produksi PT Krakatau Steel. 

Lembaga antirasuah menduga Alexander telah menerima uang Rp50 juta dari Yudy melalui sarana perbankan. Kemudian, uang US$4.000 dan Rp45 juta juga diterima dari Kenneth Sutardja. Sebagian uang yang telah diterima itu, diduga telah diberikan kepada Wisnu senilai Rp20 juta, yang berujung OTT pada Jumat (22/3/2019) lalu.

 

 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper