Bisnis.com, JAKARTA -- Masa kampanye Pemilu 2019 tersisa kurang dari sebulan. Jelang berakhirnya masa kampanye pada 13 April, selisih elektabilitas kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden terbilang tipis.
Kecilnya selisih dukungan bagi Joko Widodo-Ma’ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno terlihat dari hasil survei sejumlah lembaga yang dipublikasikan beberapa waktu terakhir.
Dalam hasil survei yang dilakukan PolMark Indonesia pada Oktober 2018 hingga Februari 2019, tercatat elektabilitas Jokowi-Ma’ruf sebesar 40,4%. Pasangan nomor urut 01 itu unggul dari Prabowo-Sandiaga yang mendapat 25,8% suara.
Tetapi, jumlah pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided voters) terbilang tinggi karena mencapai 33,8%. Survei PolMark itu melibatkan 440 responden di 72 daerah pemilihan, dengan margin of error lebih kurang 4,8%.
Kemudian, dalam survei SMRC, pasangan Jokowi-Ma’ruf memiliki tingkat keterpilihan 57,6%. Mereka unggul dari Prabowo-Sandiaga yang mendapat 31,8% dukungan. Ada 10,6% pemilih yang belum menentukan pilihannya.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman menunjukkan surat suara yang telah dicoblos saat menggunakan hak pilihnya pada Simulasi Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu 2019 di halaman Kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/3/2019)./ANTARA-Indrianto Eko Suwarso
Survei SMRC itu dilakukan 24 Februari-5 Maret 2019, dengan jumlah responden 2.479 orang dan margin of error kurang lebih 2%.
Sementara itu, hasil survei yang dilakukan Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menunjukkan Jokowi-Ma'ruf mendapat dukungan 58,7%, sedangkan Prabowo-Sandiaga 30,9%. Ada 9,90% dari 1.200 responden terlibat yang belum menentukan pilihan.
Survei LSI Denny JA dilakukan pada 18-25 Februari 2019, dengan margin of error kurang lebih 2,9%.
Terakhir, dari hasil survei Litbang Kompas pada 22 Februari-5 Maret 2019, diketahui elektabilitas Jokowi-Ma'ruf 49,2% dan Prabowo-Sandiaga 37,4%. Ada 13,4% responden yang mengaku belum menentukan pilihan.
Survei itu melibatkan 2.000 orang, dengan margin of error sekitar 2,2%.
Perkuat Basis, Perkecil Golput
Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandiaga dipandang perlu mengamankan basis suara masing-masing sebelum pemungutan suara dilakukan pada 17 April.
Pengamat politik Centre For Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes mengatakan pengamanan perlu dilakukan karena saat ini, Jokowi dan Prabowo terlihat mengalami pengurangan dukungan di basis suara masing-masing.
Saat ini, dukungan bagi Jokowi-Ma’ruf di Jawa Timur (Jatim) dan Jawa Tengah (Jateng) disebut menurun. Hal yang sama dialami Prabowo-Sandiaga di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat (Jabar).
Jika menilik survei Litbang Kompas, dukungan bagi Jokowi-Ma’ruf di Jatim turun dari 59,6% pada Oktober 2018 menjadi 57,1% pada Maret 2019. Kemudian, suara mereka di Jateng berkurang dari 75,4% menjadi 61,6% pada periode yang sama.
Untuk Prabowo-Sandiaga, dukungan bagi mereka di Jabar dan Banten turun dari 50,2% pada Oktober 2018 menjadi 47,7% pada Maret 2019. Adapun suara pasangan nomor urut 02 itu di DKI Jakarta naik dari 39,6% menjadi 47,5% pada periode yang sama.
Warga melintas di samping mobil boks yang menjadi media alat peraga kampanye (APK) bergambar calon presiden petahana Joko Widodo yang terparkir di sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Serpong, Tangerang, Banten, Minggu (17/2/2019)./ANTARA-Muhammad Iqbal
“Jadi, masing-masing perlu perkuat basis. Selanjutnya, yang harus diperkuat adalah pemilih perempuan. Karena bagaimanapun partisipasi pemilih perempuan kalau mengacu pada Pilkada serentak 2018 itu lebih tinggi dibanding partisipasi laki-laki,” papar Arya kepada Bisnis, Rabu (20/3/2019).
CSIS juga mengingatkan kedua kandidat di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 untuk menjaga pendukungnya agar tidak golput pada hari pemungutan suara. Arya menyatakan golput bisa membawa dampak negatif, baik untuk Jokowi-Ma’ruf pun Prabowo-Sandiaga.
Pada hasil penelitian yang dipublikasikan LSI Denny JA, Rabu (19/3), angka golput diprediksi ada di kisaran 30% atau lebih pada Pemilu 2019. Pada Pilpres 2014, golput mencapai angka 30,42%.
Kedua peserta Pilpres juga diharapkan tidak memandang remeh debat kandidat sebagai salah satu faktor penentu arah dukungan masyarakat. Terakhir, mereka diminta fokus memperhatikan preferensi pemilih dari kelas menengah dan milenial.
“Kelas menengah dan milenial akan memberikan pengaruh tinggi dalam hal perubahan di tingkat pemilih,” tambahnya.
Tantangan Petahana dan Penantang
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) Aditya Perdana memiliki pandangan lain. Dia menilai tantangan yang harus dihadapi Jokowi-Ma’ruf dan Prabowo-Sandiaga berbeda dalam Pemilu kali ini.
Perbedaan muncul lantaran saat ini Jokowi berstatus kandidat petahana, beda dengan posisinya pada Pilpres 2014. Aditya memandang seharusnya pendukung Jokowi-Ma’ruf bisa memaksimalkan keunggulan posisi sebagai calon presiden (capres) petahana.
“Petahana punya problem serius untuk bisa naikin suaranya kalau mau perbedaan suaranya signifikan. Saya merasa mereka terlena atau agak tidak melihat serius bahwa oposisi yang dipimpin Prabowo mampu memobilisasi dukungan secara maksimal. Mestinya, dalam konteks Pemilu begini, semua potensi harusnya dimaksimalkan,” jelasnya kepada Bisnis.
Berbeda dengan Jokowi-Ma’ruf, pasangan Prabowo-Sandiaga dianggap akan menghadapi tantangan dalam gerak mereka untuk menghantam kubu petahana dari sisi capaian ekonomi. Aditya mengungkapkan kubu oposisi tinggal menunggu agar isu yang selama ini mereka bawa bisa terus bergulir hingga menekan perolehan suara petahana.
Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyampaikan kuliah umum di Kampus Universitas Kebangsaan Republik Indonesia (UKRI), Bandung, Jawa Barat, Jumat (8/3/2019)./ANTARA-M. Agung Rajasa
“Mereka kan sudah temukan pola nih untuk turunkan petahana, ya dia akan giatkan terus. Di survei Litbang Kompas kan terlihat, ternyata di grassroot beralih dukungan ke Prabowo. Berarti dia [oposisi] menemukan bahwa di grassroot tinggal didatangi saja terus menerus,” ucapnya.
Beda Strategi Jokowi dan Prabowo
Anggota Dewan Pakar Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi Drajad Wibowo menyebutkan dalam 23 hari terakhir masa kampanye, timnya akan fokus mendekati swing voters.
Dia menuturkan banyak swing voters yang ingin perubahan tapi belum yakin memilih Prabowo-Sandiaga. Oleh karena itu, mereka bakal didekati agar bisa yakin memilih pasangan nomor urut 02.
“Peluang untuk merebut suara mereka sangat besar. Berdasarkan keluyuran saya ke berbagai daerah, mereka umumnya pemilih berpendidikan dan berorientasi program. Mereka belum memilih 02 karena termakan fitnah. Baik fitnah tentang Prabowo pribadi maupun tentang ekstremisme. Saya optimistis fitnah tersebut bisa kami sanggah dengan mudah, jelas, dan meyakinkan,” terang Drajad kepada Bisnis.
BPN juga akan gencar menyosialisasikan program penurunan tarif pajak, Rumah Siap Kerja, dan menawarkan solusi atas persoalan keuangan BPJS Kesehatan ke pemilih berpendidikan tinggi serta generasi milenial. Selain itu, mereka akan banyak menemui pekerja dan petani sebelum masa kampanye berakhir.
Pada kubu Jokowi-Ma’ruf, kunjungan dari rumah ke rumah masyarakat menjadi pilihan jelang berakhirnya masa kampanye. Juru Bicara Milenial Tim Kampanye Nasional (TKN) Syafril Nazirudin mengatakan kampanye door to door wajib dilakukan untuk menjaga jarak dengan Prabowo-Sandiaga.
Dia menyampaikan TKN tidak khawatir dengan hasil survei yang baru dirilis Litbang Kompas. Pada survei itu, suara Jokowi-Ma’ruf disebut turun sedangkan Prabowo-Sandiaga naik dalam periode Oktober 2018-Maret 2019.
Cetak surat suara Pemilu 2019 di PT Aksara Grafika Pratama./Bisnis-Felix Jody Kinarwan
“Pasangan calon (paslon) 02 ada kecenderungan trennya naik dalam survei ini dibanding sebelumnya. Itu dilakukan setelah paslon 02 habis-habisan turun ke masyarakat, tapi ternyata kenaikan dukungannya hanya kurang dari 5%. Kalau dalam 5 bulan naiknya segitu, bagaimana mau mengejar ketertinggalan 11,8% dalam jangka waktu kurang dari 1 bulan?” tukas Syafril kepada Bisnis.
Selain berkunjung dari rumah ke rumah, TKN juga akan memanfaatkan secara maksimal kampanye rapat umum yang dimulai pada 24 Maret. Jubir TKN Ace Hasan Syadzily mengumumkan rapat umum akan dimanfaatkan sesuai hasil survei Litbang Kompas yang dipublikasikan pada Rabu (20/3).
“Survei Litbang Kompas ini harus disikapi sebagai pelecut untuk lebih kerja keras memanfaatkan sisa waktu satu bulan ke depan. Apalagi, Kompas menyebut [kampanye] rapat umum sangat menentukan. Kami akan memanfaatkan rapat umum ini untuk menaikan elektabilitas secara maksimal,” tegasnya keterangan tertulis kepada wartawan.
Dengan sisa waktu yang relatif terbatas, strategi siapa yang paling berhasil?