Bisnis.com, JAKARTA - Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengumumkan pemerintahnya akan menyediakan dana tambahan sebesar 55 juta dolar Australia setara Rp553,8 miliar sebagai upaya peningkatan keamanan.
Dalam cuitan yang ia bagikan di akun Twitter, Morrison mengatakan tambahan anggaran tersebut akan diprioritaskan pada pengamanan sekolah agama dan tempat ibadah. Langkah ini diumumkan Morrison beberapa hari setelah serangan teror menyasar dua masjid di kota Christchurch, Selandia Baru.
"Pemerintah berkomitmen untuk menjamin keselamatan setiap warga Australia. Tak seorang pun harus merasa khawatir soal keselamatannya. Oleh karena itu pemerintah akan menambah anggaran keselamatan masyarakat menyusul serangan teroris di Selandia Baru," tulis Morrison dikutip Selasa (19/3/2019).
Our Government is committed to keeping every Australian safe. No one should have to fear for their safety. That’s why today we’ve announced we’re extending the Safer Communities Fund following the terrible terrorist attack in New Zealand. pic.twitter.com/bf2CWvazBL
— Scott Morrison (@ScottMorrisonMP) March 18, 2019
Ia menjelaskan tambahan dana tersebut akan dialokasikan untuk penyediaan kamera pengawas, penerangan, sistem keamanan dan alarm peringatan.
Aksi teror yang terjadi di Christchurch pada Jumat (15/3/2019) merupakan insiden paling mematikan dalam sejarah modern Selandia Baru. 50 orang dinyatakan tewas setelah seorang warga Australia melepaskan rentetan tembakan mematikan ke jamaah masjid yang hendak menunaikan ibadah salat Jumat.
Baca Juga
Pelaku penembakan itu, Brenton Tarrant (28), diduga kuat merupakan simpatisan ideologi ekstremis sayap kanan. Ia mendukung ideologi ultra-nasionalis dan mengakui sendiri bahwa dirinya tak menyukai kaum imigran yang berasal dari negara berpenduduk Muslim.
Aksi teror individual Tarrant memunculkan kekhawatiran akan bahaya laten ekstremis sayap kanan. Sejumlah pihak menilai intelijen Australia telah kecolongan karena tak terlebih dahulu mengawasi pergerakan orang-orang yang terpapar ideologi ini.
Tarrant diketahui tak berada di daftar pengawasan pemerintah. Ia pun tercatat memperoleh senapan yang ia gunakan dalam penembakan membabi-buta itu secara legal.
Kesulitan Australia dalam mengawasi persebaran pandangan ekstremis ini pun diakui Duta Besar Australia untuk Indonesia Gary Quinlan kala berbicara dengan wartawan di kantor Majelis Ulama Indonesia pada Selasa (19/3/2019).
"Aksi teror di Selandia Baru adalah peringatan bagi masyarakat untuk lebih menaruh perhatian akan hal ini. Sangat sulit untuk mendeteksi orang seperi ini [yang terpapar paham esktremis sayap kanan] karena mereka berada di tengah masyarakat dan tak tergabung dalam jaringan teroris tertentu, mereka bekerja secara individual," ungkap Quinlan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel