Bisnis.com, JAKARTA - Pengusutan kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan belum menemukan titik terang. Tepat hari ini, 700 hari pun kasus itu berlalu tanpa hasil.
Direktur LBH Jakarta sekaligus Kuasa Hukum Novel Baswedan Arif Maulana mengatakan sejak aksi teror pada April 2017 itu, hingga kini kasus tersebut belum ada perkembangan yang signifikan menyusul pembentukan tim gabungan Polri-KPK pada 3 bulan lalu.
"Belum ada perkembangan berarti. Tidak ada hasil yang disampaikan kepada kita semua [sejak pembentukan tim gabungan Polri-KPK]," katanya dalam gelaran Aksi Diam 700 Hari Pasca Penyerangan Novel Baswedan, Selasa (12/3/2019).
Tim kuasa hukum pun telah berkirim surat kepada tim gabungan tersebut dengan menyampaikan beberapa poin. Pertama, meminta tim gabungan untuk menyampaikan transparansi dan akuntabilitas proses kerja yang mereka lakukan.
Kedua, melaporkan kepada KPK terkait dengan obstruction of justice atau menghalang-halangi penyidikan terkait kasus Novel Baswedan. Pihaknya meminta para pimpinan KPK menindaklanjutinya.
"Berkenaan situasi hari ini yang mana sudah 700 hari dan mendekati 2 tahun, tidak ada perkembangan berarti. Kasus Novel Baswedan masih gelap," ujarnya.
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menyimpulkan jika aksi teror terhadap Novel Baswedan adalah percobaan pembunuhan yang termasuk pelanggaran HAM mengingat Novel adalah seorang penyidik guna mengungkap suatu kasus korupsi.
Saleh Al Ghifari dari Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi menyatakan pengusutan kasus Novel tidak mendapatkan penyelesaian hukum yang adil dan benar sebagaimana Pasal 1 Angka 6 UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.
"Novel Baswedan dalam hal ini kembali menjadi korban karena penundaan berlarut (undue delay) pengungkapan kasus yang sangat lama dari kepolisian."
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi pun menyatakan bahwa aksi penyiraman air keras itu pun bukan teror yang pertama kali dialami Novel. Tercatat, sudah 5 kali Novel mengalami teror baik ditabrak hingga ancaman bom.
Tak hanya itu, pegawai KPK lainnya pernah mengalami hal serupa mulai dari penculikan sampai pembunuhan. Bahkan, Transparency International Indonesia mencatat terdapat 100 kasus ancaman teror bagi pelapor, saksi dan korban dalam kasus korupsi dari tahun 2004.
Kasus-kasus yang berbuntut pada undue delay atau penundaan berlarut dari pihak kepolisian dinilai sebagai bentuk ketidakprofesionalan pihak kepolisian. Padahal, penyidikan suatu perkara di kepolisian memiliki batas waktu yaitu 120 hari sesuai Pasal 31 Ayat (2) Peraturan Kepala Polri (Perkap) Nomor 12 Tahun 2009.
Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi bersama lainnya tetap berpendirian agar Presiden Joko Widodo membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang bersifat independen dalam mengusut kasus ini mengingat tim gabungan bentukan Polri berisi penyelidik dan penyidik yang sama sebelumnya.
Pembentukan TGPF juga sebelumnya pernah diutarakan langsung oleh Novel Baswedan mengingat tim gabungan bentukan Polri guna mengusut tuntas kasus penyiraman air keras dinilai tidak sesuai dengan permintaannya.