Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Samin Tan, Eni Saragih, dan Teka-teki Amplop dari Staf Khusus Menteri

Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih pernah membuat pengakuan di depan sidang bahwa dirinya menerima uang 10.000 dolar Singapura dari salah satu staf khusus menteri.
Terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih berdiskusi dengan penasihat hukumnya saat menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (1/3/2019). Eni Saragih divonis majelis hakim 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan karena terbukti menerima suap Rp4,75 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo./Antara-Hafidz Mubarak
Terdakwa kasus suap proyek pembangunan PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih berdiskusi dengan penasihat hukumnya saat menjalani sidang dengan agenda pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (1/3/2019). Eni Saragih divonis majelis hakim 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan karena terbukti menerima suap Rp4,75 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo./Antara-Hafidz Mubarak

Kabar24.com, JAKARTA — Eni Maulani Saragih, terdakwa kasus gratifikasi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau-1, pernah bersaksi di persidangan bahwa dirinya pernah menerima amplop berisi uang dari salah satu staf khusus di kementerian.

‘Amplop’ yang berisi uang 10.000 dolar Singapura diterima dari seseorang bernama Hadi yang diketahui merupakan Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan.

Eni Saragih yang saat itu selesai memimpin rapat dengan Kementerian ESDM, tidak tahu secara persis maksud dari pemberian uang itu. Dia mengaku posisinya saat itu sedang sibuk dan menerima begitu saja amplop tersebut.

Namun, bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pengakuan Eni Saragih tentu bukan sekadar tanpa alasan.

Pengakuan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR itu menjadi perhatian sekaligus ruang terbuka bagi KPK apakah dugaan pemberian uang itu terkait kasus yang kini tengah ditangani KPK atau bukan.

"Kalau mau adil, ya, harus seperti itu [ditelisik dan dikembangkan]," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang kepada Bisnis, Senin (11/3/2019).

Pemberian amplop berisi uang ini pertama kali mencuat di persidangan kasus PLTU Riau-1 pada Januari lalu. Pada saat itu, Eni mengaku pernah menerima amplop dari staf khusus Menteri ESDM Ignasius Jonan seusai memimpin rapat dewan di DPR.

Pada saat itu, Eni menyebut bahwa staf Menteri ESDM bernama Hadi—Hadi M. Djuraid—menyampaikan bahwa 'isi' amplop itu merupakan titipan serta untuk kegiatan di daerah pemilihannya.

Tanpa pikir panjang, dia lantas menerima dan menyimpan amplop itu sebelum pada akhirnya diserahkan ke KPK karena terjerat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK dan telah ditetapkan sebagai tersangka.

Belakangan, dia diberitahu oleh KPK bahwa amplop tersebut ternyata berisi uang senilai 10.000 dolar Singapura. Politikus Golkar itu pun mengaku tidak tahu menahu asal muasal pemberian uang itu.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang masih enggan berspekulasi apakah dugaan pemberian uang itu menyangkut kasus dari pengembangan PLTU Riau-1.

Pengembangan kasus yang dimaksud itu adalah dugaan suap terminasi kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Generasi 3 di Kalimantan Tengah antara PT Askin Koalindo Tuhup (anak perusahaan PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk.) dengan Kementerian ESDM.

Dalam kasus ini, KPK telah menjerat Samin Tan selaku pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal Tbk. (BORN) sebagai tersangka lantaran diduga memberikan Rp5 miliar ke Eni Saragih guna menyelesaikan kontrak PKP2B.

"Nanti kita dipelajari dahulu [apakah ada kaitannya atau tidak], sebelum disimpulkan seperti apa," ujar Saut.

Saut menegaskan perlu dilihat sejauh mana hal tersebut bisa dikembangkan. Sebab, lembaga antirasuah itu juga tak berhenti pada dugaan pemberian uang tersebut.

KPK juga akan mengembangkan pemberian gratifikasi lain dari sejumlah direktur perusahaan migas untuk Eni Saragih.

Rinciannya adalah Rp250 juta dari Direktur PT Smelting Prihadi Santoso, Rp100 juta dan 40.000 dolar Singapura dari Direktur PT One Connect, dan Rp250 juta dari Presiden Direktur PT Isargas Iswan Ibrahim.

"Kita lihat dulu sejauh apa kita bisa kembangkan persoalan ini," ujar Saut.

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengaku Jaksa Penuntut Umum pada KPK memang tengah mempelajari asal muasal dari teka-teki pemberian uang 10.000 dolar Singapura.

KPK juga diakuinya bakal menghadirkan sejumlah saksi untuk menelusuri motif dari pemberian uang tersebut. Namun, Febri belum menjelaskan secara detail siapa saja saksi yang akan diperiksa.

"Nanti tentu akan diinformasikan. Siapa [saksi dari] pihak dari ESDM, pihak swasta dan termasuk juga Eni, karena yang diduga diberikan oleh Samin Tan itu, kan, Eni," kata Febri.

Dalam kasus Samin Tan, mulanya pada Oktober 2017, Kementerian ESDM melakukan terminasi atas PKP2B PT AKT di Kementerian ESDM.

Adapun untuk menyelesaikan persoalan  tersebut, Samin Tan diduga meminta bantuan sejumlah pihak termasuk Eni Saragih. Uang pun diduga dialirkan.

Eni Maulani sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR dan anggota Panja Minerba di Komisi VII DPR kemudian menyanggupi permintaan Samin Tan.

Eni bahkan berupaya mempengaruhi pihak Kementerian ESDM termasuk menggunakan forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian pimpinan Jonan itu untuk memuluskan persoalan ini.

PKP2B PT AKT di Kabupaten Murung Raya, Kalteng, sendiri sebelumnya memang dicabut Kementerian ESDM pada dua tahun lalu akibat pelanggaran kontrak. Aktivitas pengiriman dan bongkar muat batu bara pun sempat terhenti.

Namun, PT AKT tak menerima keputusan itu dan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara untuk kemudian menang di tingkat pertama sehingga aktivitasnya kembali normal sampai ada berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).

Akan tetapi, pada tahun lalu Kementerian ESDM akhirnya menang banding. "Mereka [awalnya] menggugat ke PTUN dan menang. Kita banding April 2018 dan menang," ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi.

Adapun saat ini eks lahan tambang PT AKT tidak ada yang mengelola. Kementerian ESDM berencana menjadikannya wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) atau ditetapkan sebagai Wilayah Pencadangan Negara (WPN).

Bisnis sudah mencoba menghubungi pihak BORN untuk mengetahui sikap perusahaan atas terjeratnya Samin Tan yang merupakan pemilik perusahaan. Namun, Direktur BORN Kenneth Raymond Allan belum memberikan tanggapan.

Pada akhirnya, akankah kasus Samin Tan menjadi satu rangkaian dari pemberian uang dengan amplop yang kini masih menjadi teka-teki?


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper